WartaDKI.com – Wartawan adalah sebuah profesi. Karenanya, wartawan harus bertindak profesional dalam melaksanakan tugasnya, terutama menaati kode etik jurnalistik. Wartawan profesional selalu mentaati Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Wartawan profesional adalah wartawan yang mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, wartawan profesional harus memahami tugasnya, memiliki keterampilan untuk melakukan reportase dan mengolah karya-karya jurnalistik sesuai dengan nilai yang berlaku, memiliki independensi dari objek liputan dan kekuasaan, memiliki hati nurani serta memegang teguh kode etik jurnalistik yang diatur Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Wartawan profesional selalu menjalankan kode etik jurnalistik, yaitu sebagai berikut :
- Menunjukkan identitas diri kepada narasumber
- Menghormati hak privasi.
- Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara.
- Tidak menyuap dan tidak menerima suap
- Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya
- pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi keterangan sumber dan ditampilkan berimbang.
- Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara.
- Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) di kawasan Jakarta kini sering didatangi oknum wartawan yang melakukan pemerasan. Kedatangan para oknum wartawan tersebut bukan untuk wawancara dalam kaitan dengan pemberitaan mengenai sekolah tersebut, melainkan malah meminta uang dan bahkan meminta apapun yang dia suka.
Aulia (nama samaran) salahsatu orangtua murid Sekolah Dasar di Jakarta mengatakan, beberapa waktu lalu ada dua orang oknum wartawan dari media lokal ke sekolah anaknya. Biasanya mereka datang secara berkelompok, saat sekolah sedang membangun, mengadakan acara atau baru saja mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mereka pada intinya minta uang, dengan cara menakut-nakuti kepala sekolah,” tutur Aulia. Senin, (19/8/2019).
Suherman Wijaya, salahsatu wartawan media lokal Jakarta mengatakan memang adanya banyak oknum yang mengaku wartawan, namun tidak pernah melakukan kerja jurnalistik. Tetapi mereka memanfaatkan status wartawan untuk menakut-nakuti sekolah. Oknum Wartawan tersebut bisa juga disebut wartawan gadungan, wartawan abal-abal, wartawan amplop, wartawan bodrex, atau preman berkedok wartawan. Karena kalau wartawan profesional itu tidak akan meminta uang atau imbalan apapun kepada narasumber.
“Karena kalau Wartawan profesional itu selalu memiliki keterampilan dan memahami tugasnya dalam melakukan reportase, wawancara, dan menulis berita atau feature yang bagus dan akurat, dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan meminta uang atau menakut-nakuti narasumber, “pungkas Wijaya kepada WartaDKI.com.