Wartadki.com|Jakarta Utara – Tesebutlah seorang saksi sudah jadi terlapor di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iadi tuding telah menerima suap Rp 1 miliar dari Tedja Widjaja (terdakwa) dalam kaitan pemecahan SPPT PBB tanah lokasi kampus UTA 45.
Simon Baginda Pardomuan Panjaitan, adalah mantan Kepala Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) Tanjung Priok, Jakarta Utara, ia dihadirkan ke persidangan oleh kuasa hukum terdakwa Tedja Widaja ,yang didakwa Jaksa Frederik Adhar melanggar pasal 378 dan 372 KUHP di pengadilan Negeri Jakarta Utara (4/4/2019) yang dipimpin ketua majelis Hakim Togiyanto.
Simon dihadirkan terkait keterangan keterangan saksi Bambang Prabowo pada persidangan sebelumnya.
Menurut mantan Kepala UPPRD itu dirinya tidak berwenang menanggapi laporan itu . Padahal diketahui yang di laporkan adalah dirinya personal bukan institusinya.
Dalam persidangan sebelumnya, saksi fakta Bambang Prabowo selaku kuasa Tedja Widjaja ,(pada saat itu),dan istrinya menyebutkan bahwa dirinya ikut mengantarkan duit Rp 1 miliar ke Kepala UPPRD Tanjung Priok,  Simon Baginda Pardomuan Panjaitan di Senayan City, Jakarta Pusat,  Rupiah dalam tas tersebut, kata Bambang, diberikan Tedja Widjaja kepada Simon Baginda Pardomuan Panjaitan agar dilakukan pemecahan SPPT PBB tanah kampus UTA 45 yang telah dikuasai Tedja Widjaja diduga secara melawan hak. “Saya ikut mengantarkan uang itu,†ucap Bambang Prabowo dipersidangan.
Dalam persidangan saksi mengaku tidak mengenal baik Bambang Prabowo maupun Rudyono Darsono. Namun saksi mengaku mengenal Tedja Widjaja. “Saya tidak menerima uang Rp 1 miliar dalam pemecahan SPPT PBB tanah yang dimohonkan pihak PT Graha Mahardika itu,†ujar Simon menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja.
Simon Baginda Pardomuan Panjaitan mengakui bahwa saat permohonan pemecahan SPPT PBB tanah yang diajukan PT Graha Mahardika itu tengah diproses pihaknya. Pada saat itu ada surat pihak UTA 45 , Ketua Dewan Pembina UTA 45 Rudyono Darsono mengajukan keberatan atas permohonan pemecahan SPPT PBB tersebut. UTA 45. Rudyono Darsono pada waktu itu meminta agar ditangguhkan dulu pemecahan SPPT PBB lahan dimaksud karena tengah dipersengketakan antara UTA 45 dengan PT Graha Mahardika/Tedja Widjaja.
UTA 45 bahkan menginformasikan bahwa proses penguasaan lahan kampus UTA 45 oleh PT Graha Mahardika tidak sesuai prosedur hukum. Artinya, pihak PT Graha Mahardika diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Termasuk pemalsuan dokumen yang mengesankan seolah terjadi peralihan hak dari UTA 45 ke PT Graha Mahardika. “Semua itu kami tahu, bahkan lebih dari itu menyangkut persengketaan lahan tersebut kami tahu pula, tetapi hal tersebut belum cukup bagi kami untuk menolak permohonan pemecahan SPPT PBB PT Graha Mahardika,†tutur saksi Simon.
Alasannya, seheboh dan sekisruh apapun persengketaannya, semua itu belum cukup untuk menunda penerbitan SPPT PBB pecahan untuk PT Graha Mahardika. “Bagi kami persengketaan yang masuk hitungan adalah yang telah didaftarkan atau kasusnya tengah disidangkan di pengadilan. Kalau hanya sengketa di tengah-tengah masyarakat ditambah keberatan secara tertulis tidak menghambat sama sekali penerbitan SPPT PBB tersebut,†ujar Simon  mantan Kepala UPPRD Tanjung Priok.
Menjawab JPU Fedrik Adhar SH MH yang mempertanyakan kemungkinan terjadi demo anarkis  warga dan mahasiswa sebagai dampak psikologis sebagai mana yang dilakukan UPPRD Tanjung Priok atas permintaan penundaan pemecahan SPPT PBB tanah sengketa tersebut, Simon Baginda Pardomuan Panjaitan tetap bersikeras menyatakan tidak cukup alasan bagi pihaknya menerima permintaan UTA 45 di satu sisi dan di sisi lain tak punya alasan pula menolak permintaan pemecahan dari PT Graha Mahardika.
Ketika ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH apa landasan hukum hingga UPPRD Tanjung Priok boleh abaikan permohonan UTA 45, saksi Simon yang sebelumnya lugas menjawab setiap pertanyaan hakim, jaksa dan tim pembela, kali ini tampak kebingungan. Akhirnya dia menjawab: “ada, ada Pak Hakimâ€.
Namun saat ditanya hakim di mana aturan main itu ada dan diatur, saksi Simon justru menoleh ke beberapa lelaki pengunjung sidang yang diduga rombongannya. “Ada, ada, di mana ya,†katanya seraya membalikkan badan kea rah pengunjung sidang di belakangnya.
Seorang lelaki entah siapa namanya yang duduk di kursi pengunjung sidang pun berkata: “surat keputusan kepala dinas, ya di situ Pak Hakimâ€. Tugiyanto yang sebelumnya diberitakan jurnalis yang meliput persidangan tersebut berpihak kepada terdakwa dengan cara member kesempatan seluas-luasnya bertanya kepada tim penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja sebaliknya membatasi JPU mengajukan pertanyaan, tidak bertanya lebih lanjut surat keputusan kepala dinas apa dan nomor serta tahun berapa yang mengatur boleh terbitkan pemecahan SPPT PBB tanah yang tengah dipersengketakan masyarakat tersebut.
Saksi juga menyatakan tidak pernah dijatuhi sanksi oleh pimpinan atau institusinya terkait tindakannya menerbitkan pemecahan SPPT PBB tanah sengketa. Hanya saja dia tidak memangku jabatan Kepala UPPRD Tanjung Priok sejak permasalahannya ramai hingga saat ini.
Diakui pula bahwa dirinya sempat diperiksa oleh pimpinannya dan berbagai instansi terkait termasuk inspektorat dan KPK. “Tindakan yang saya lakukan dianggap clear. Itu disaksikan KPK,†ujar saksi. Namun ketika ditanya JPU Fedrik Adhar apakah KPK yang berkantor di Kuningan yang dimaksudkan saksi ikut mengklarifikasi, Simon menjawab bukan, tetapi KPK dibawah Provinsi DKI Jakarta.
“Oh tidak, KPK yang mendapat pengaduan dari UTA 45 adalah KPK Kuningan. Itu yang kita tahu KPK. Saksi jangan menyebut KPK telah ikut mengklarifikasi soal uang suap Rp 1 miliar yang disebut-sebut Bambang Prabowo telah diberikan kepada saksi. Sebab, yang berwenang mengklarifikasi pengaduan ke KPK adalah pihak KPK Kuningan sendiri, bukan KPK di Provinsi DKI,†ujar JPU Fedrik Adhar mengingatkan saksi Simon Baginda Pardomuan Panjaitan.
Usai persidangan saksi dikonfirmasi beberapa awak media terkait tidak dilakukan pengukuran dalam pemecahan SPPT PBB ,”Tidak harus dilakukan pengukuran dalam proses pengukuran itu “, kata Simon . Kemudian wartawan mengatakan “saya punya tanah pak dan tanpa pengukuran tidak bisa memecah SPPT PBB ” ujar wartawan itu . Ditengah mukanya yang kebingungan menjawab pertanyaan itu.
Bagaimana tanggung jawab UPPRD Tanjung Priok, sehubungan sengan tagihan pajak PBB yang tidak sesuai dengan bukti sertifikat tanah dan IMB yang dimiliki oleh Yayasan?
Sehubungan dengan tidak diukurnya lahan Yayaaan yang SPPT-PBB nya dipecah oleh Saksi Simon BP Panjaitan.
Ini yang tidak mau di jawab oleh Simon BP Panjaitan.
Padahal penagihan pajak PBB justru dilakukan oleh pihak UPPRD Tanjung Priok, bukan oleh  BPN.