Warta DKI
FituredOpiniPendidikan

Tantangan Sistem Pendidikan Indonesia, Membaca Ulang Prioritas Pemerintah

Tantangan Sistem Pendidikan Indonesia, Membaca Ulang Prioritas Pemerintah

Tantangan Sistem Pendidikan Indonesia, Membaca Ulang Prioritas Pemerintah

Saskia Ubaidi  Pemerhati Sosial Budaya  dan Pengelola Pustaka Aristoteles

Artikel yang diterbitkan oleh harian Kompas edisi 24 Oktober 2024 menyoroti sejumlah tantangan signifikan yang dihadapi oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam upayanya memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Tiga masalah utama yang diangkat adalah biaya pendidikan yang semakin tinggi, meningkatnya kekerasan di sekolah, dan terus menurunnya skor PISA (Program for International Student Assessment). Isu-isu ini menjadi cerminan krisis yang dialami sektor pendidikan, yang, apabila tidak segera diatasi, dapat semakin memperlebar kesenjangan pendidikan di Indonesia.

Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian adalah tingginya biaya pendidikan yang telah menyebabkan sekitar 4,2 juta anak Indonesia tidak dapat mengakses pendidikan yang layak.

Dalam konteks ini, pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar bagi setiap anak justru menjadi barang mewah yang hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan ekonomi. Keadaan ini bertentangan dengan amanat konstitusi yang menjamin pendidikan dasar bagi setiap warga negara tanpa terkecuali. Untuk itu, kebijakan yang menjamin pembiayaan penuh pendidikan dasar dan menengah menjadi sangat mendesak.

Selain itu, maraknya kekerasan di lingkungan sekolah, yang mencapai 293 kasus hingga Oktober 2024, menunjukkan lemahnya sistem perlindungan terhadap siswa. Kekerasan ini, baik berupa kekerasan fisik maupun psikologis, menandakan kegagalan sekolah sebagai institusi yang seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi para siswa. Kekerasan tidak hanya berdampak langsung pada korban, tetapi juga merusak atmosfer belajar yang seharusnya kondusif untuk pengembangan akademik dan karakter siswa.

Tantangan lain yang disorot dalam artikel adalah rendahnya skor PISA Indonesia yang terus merosot, memperlihatkan bahwa kualitas pendidikan di negara ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Rendahnya kompetensi literasi dan numerasi siswa Indonesia adalah sinyal bahwa kurikulum dan metode pengajaran saat ini belum efektif dalam membangun kemampuan dasar yang diperlukan untuk menghadapi dunia kerja dan persaingan global. Seperti yang disampaikan oleh Ubaid Matraji dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru. Guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan, sehingga peningkatan kapasitas dan kompetensi mereka adalah kunci untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Sementara Menteri Abdul Mu’ti telah berkomitmen untuk menangani masalah-masalah ini dengan fokus pada peningkatan kualitas literasi, numerasi, dan pengelolaan guru, komitmen ini harus diikuti dengan langkah konkret yang berkelanjutan. Reformasi pendidikan yang hanya berfokus pada peningkatan skor PISA tanpa memperhatikan aspek lain, seperti keadilan akses dan kesejahteraan guru, berisiko menjadi solusi yang parsial dan tidak menyeluruh.

Dalam hal ini, rekomendasi yang diajukan JPPI, seperti realokasi anggaran untuk mendanai pendidikan dasar secara penuh, adalah langkah yang layak dipertimbangkan. Pengalokasian anggaran dari kementerian atau lembaga yang tidak terkait langsung dengan pendidikan dapat memperkuat pembiayaan sektor pendidikan tanpa perlu menambah beban fiskal pemerintah secara signifikan. Penting juga, reformasi di sektor pendidikan juga harus mencakup peningkatan transparansi dan akuntabilitas, untuk memastikan bahwa anggaran yang ada tidak disalahgunakan melalui praktik korupsi atau pungutan liar.

Jika kita melihat lebih jauh, masalah sistemik dalam pendidikan Indonesia ini tidak hanya mencakup aspek finansial atau akademik semata, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter dan integritas siswa. Pendidikan karakter yang berkelanjutan, baik melalui sekolah maupun keluarga, harus ditekankan agar generasi muda Indonesia tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki nilai-nilai moral yang kuat. Reformasi kurikulum yang lebih fokus pada literasi, numerasi, dan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) juga menjadi hal yang penting agar Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di kancah internasional.

Secara keseluruhan, langkah-langkah perbaikan yang diusulkan, seperti penguatan kapasitas guru, pembiayaan penuh pendidikan dasar, dan peningkatan akuntabilitas, perlu dilaksanakan secara simultan dan menyeluruh. Dengan demikian, pendidikan Indonesia diharapkan dapat lebih inklusif dan berkualitas, sekaligus mampu mempersiapkan generasi muda yang kompeten dan berintegritas untuk menghadapi tantangan global.

Kesimpulan, Menuju Pendidikan yang Lebih Adil dan Berkualitas

Dengan adanya tantangan-tantangan besar yang dihadapi oleh sistem pendidikan Indonesia saat ini, reformasi pendidikan tidak lagi bisa ditunda. Pemerintah harus serius dalam mengatasi tingginya biaya pendidikan, kekerasan di sekolah, dan rendahnya kualitas pendidikan, yang tercermin dalam skor PISA. Hanya dengan komitmen yang kuat dan langkah-langkah konkret, kita dapat mewujudkan pendidikan yang merata, terjangkau, dan berkualitas bagi seluruh anak bangsa.

#KabinetMerahputih #100harikerjakabinet

Related posts

Strategi PDI-P, Tantangan Golkar, dan Dampak Putusan MK dalam Pilkada 2024

Redaksi

PN Jakut Terbitkan Penetapan Eksekusi Belum Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap, Kuasa Hukum Lapor Ke PT

Redaksi

Balap Liar Berhasil Digagalkan Dan Diamankan Sat Samapta Dan Polsek Cibinong Polres Bogor

Redaksi

Perkuat Sinergi dengan Pemkab Bogor, Danrem 061 Kunjungi Kodim 0621

Redaksi

DPRD Kota Depok Berharap Daya Serap Anggaran Belanja Tahun 2021 Optimal

Redaksi

NU Depok dan Prudential Syariah Siap Perkuat Inklusi Syariah

Redaksi

Leave a Comment