Wartadki.com|Jakarta Utara – Sidang kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Tedja Widjaja yang didakwa melanggar pasal 378 dan pasal 372 KUHP. Dalam persidangan  akhir-akhir ini di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dibawah pimpinan ketua Majelis Hakim ,Tugiyanto, semakin jauh dari pembuktian pasal Pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Frederik, lari dari pembuktian. Sehingga membuat pengunjung sidang bertanya-tanya pada persidangan,  Rabu (13/3/2019).
Pasalnya, majelis hakim terutama Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH mendominasi pertanyaan-pertanyaan terhadap saksi Darmawan dan Komalasari Witjaksono.   Pertanyaan majelis berkisar soal pembangunan gedung kampus yang  tidak  ada kaitanya  tindak pidana penipuan dan penggelapan .
Ketua Majelis Hakim Tugiyanto sangat dominan menginterupsi atau memotong pertanyaan yang diajukan JPU Frederik. Padahal, pertanyaan itu dalam rangka pembuktian dakwaannya. Manakala hal itu terjadi, maka Tugiyanto kemudian berkata “Jangan saya disebut mengarahkan ke pembangunan gedung kampus, tetapi memang ada kan bangunan lantai delapan itu, dipergunakan pula sampai saat ini,†ujar Tugiyanto.
Saksi Darmawan dan Komalasari secara terus terang mengakui tidak melihat dan mengetahui adanya berita acara penyerahan gedung kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45). Bahkan perizinannya pun, misalnya IMB, tidak diketahui apakah ada atau tidak oleh saksi Darmawan. “Saya hanya tahu penyerahan lift saja,†kata Darmawan menjawab pertanyaan JPU Fedrik sejauh mana dirinya mengetahui secara detil tahapan pembangunan kampus UTA 45 yang diakuinya diawasinya pelaksanaannya secara keseluruhan.
Saat saksi Darmawan kepepet atas pertanyaan JPU, Ketua Majelis Hakim Tugiyanto buru-buru menyela mengajukan pertanyaan lagi yang mementahkan pertanyaan JPU. “Saksi tahu kan pembangunan kampus itu tuntas dilaksanakan. Saksi juga tahu kan gedung itu dipergunakan sebagai tempat kuliah para mahasiswa. Kalau tahu, itu saja cukup, berarti ada pembangunan gedung kampus yang dibiayai PT Graha Mahardika .
Ketua Majelis Hakim Tugiyanto sering berbisik dengan salah satu anggotanya saat JPU Fedrik mengajukan pertanyaan pada saksi. Hasil bisik itu pula yang dilontarkan pada saksi untuk mementahkan pertanyaan JPU Fedrik yang bersikukuh untuk membuktian surat dakwaannya terhadap Tedja Widjaja.dalam pasal 378 dan pasal 372 KUHP.
Saksi Darmawan sendiri yang mengaku sebagai pengawas pelaksanaan pembangunan gedung kampus UTA dari awal sampai rampung, tidak bisa menunjukkan surat tugasnya. “Saya mendapat tugas secara lisan saja,†ujarnya. Ketika ditanya Frederik apakah dia tahu gedung yang akan dibangun itu terlebih dulu dilengkapi perizinan sebelum dilakukan pembangunan, saksi dari terdakwa itu mengaku tidak tahu menahu sama sekali.
Saksi Komalasari yang ditanya JPU Frederik apakah akta yang diduga palsu sempat dipergunakan sebelum akhirnya diratifikasi, saksi yang juga dari terdakwa tersebut mengaku tidak tahu menahu pula. “Saya mengaku salah, tidak dicek dulu akta itu,†ujar saksi. Mendengar keterangan saksi ini ketua majelis terdiam.
Saksi yang mengaku mewakili kepentingan Hindarto sebagai pemegang saham PT GM ikut serta membuat akta yang melibatkan saksi korban Rudyono Darsono. Padahal, Rudyono Darsono yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA 45 tidak hadir dalam kesempatan tersebut.
Dari pertanyaan pertanyaan Ketua majelis hakim tampak sangat mencolok menggiring kasus ini kerana perdata. pertanyaan ke saksi, sudah sangat terkesan mengarahkan saksi  dan sudah terbaca ketidak Netralannya. Ketua majelis hakim lebih aktif menggiring bersama penasehat hukumnya kepada pembuktian perdata. Dalam perkara penipuan dan penggelapan ini .Yayasan UTA 45 Jakarta menderita kerugian sangat besar. Dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran di dunia pendidikan.(Feri)