Pentingnya Stabilitas Kebijakan Pendidikan untuk Masa Depan Indonesia
Saskia Ubaidi, Pemerhati Sosial Budaya/Pengelola Pustaka Aristoteles
Pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar yang berakar pada ketidakstabilan kebijakan.
Pola ganti menteri, ganti kurikulum bukanlah hal baru dalam sejarah pendidikan kita. Ketika Menteri Pendidikan baru menjabat, tidak jarang kita mendengar wacana tentang perubahan kurikulum, dan sayangnya, kebijakan ini sering kali dilakukan tanpa evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sebelumnya. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi tidak konsisten, dan guru serta siswa kerap berada dalam kebingungan, mencoba menyesuaikan diri dengan kebijakan yang terus berubah. Fenomena ini tampak pada Kurikulum Merdeka yang saat ini sedang dalam tahap uji coba, dan jika tidak diimbangi dengan evaluasi berkelanjutan, akan berisiko menghadirkan ketidakstabilan lain dalam sistem pendidikan kita.
Mengapa kebijakan yang stabil penting dalam pendidikan? Stabilitas memungkinkan waktu adaptasi yang cukup bagi seluruh ekosistem pendidikan baik guru, siswa, maupun institusi untuk menyelaraskan diri dengan kurikulum yang diterapkan. Sebuah pelajaran dapat kita tarik dari Finlandia, yang mempertahankan kebijakan pendidikan konsisten selama beberapa dekade. Sistem pendidikan mereka fokus pada pendekatan holistik dan memberi waktu bagi pendidik untuk benar-benar memahami kurikulum, sehingga menghasilkan sistem yang berhasil mengantarkan siswa pada keterampilan dasar yang kuat.
Di Indonesia, stabilitas kebijakan ini tampaknya masih jauh dari kenyataan. Selain ketidakstabilan kebijakan, kesenjangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai wilayah juga menambah persoalan. Kesenjangan yang ada antara perkotaan dan pedesaan semakin memperlebar jurang kualitas pendidikan. Di wilayah terpencil, infrastruktur yang minim dan distribusi guru yang tidak merata seringkali menjadi masalah utama. Terlepas dari adanya kebijakan wajib belajar 12 tahun, belum semua anak Indonesia memiliki akses pendidikan yang setara. Pemerintah seharusnya mencontoh negara seperti India, yang telah berhasil meningkatkan akses pendidikan di wilayah terpencil melalui program Sarva Shiksha Abhiyan, yang secara masif mendukung pengembangan infrastruktur dan distribusi tenaga pengajar.
Selain stabilitas kebijakan dan kesenjangan akses, kesejahteraan guru juga menjadi elemen penting yang sering terabaikan. Sebagai pilar utama dalam pendidikan, guru membutuhkan dukungan yang berkelanjutan. Kebijakan pemerintah baru-baru ini yang menjanjikan kenaikan gaji guru hingga Rp 2 juta per bulan merupakan langkah awal yang positif. Namun, untuk meningkatkan kualitas pengajaran, kesejahteraan guru tidak hanya terbatas pada aspek finansial; perlu ada dukungan profesional seperti pelatihan yang berkelanjutan dan pengakuan terhadap profesi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa guru yang merasa sejahtera secara emosional dan profesional memiliki motivasi lebih tinggi, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan yang mereka berikan.
Kebijakan pendidikan yang baik juga membutuhkan keterlibatan publik dalam evaluasi. Masyarakat memiliki peran penting dalam mengevaluasi dan memberikan umpan balik terhadap kebijakan yang diimplementasikan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, misalnya, menekankan pentingnya konsep gotong royong dalam pendidikan, di mana semua pihaktermasuk masyarakat, sektor swasta, dan orang tua terlibat dalam penilaian kurikulum.
Di Jepang, masyarakat turut dilibatkan dalam evaluasi kurikulum, sebuah pendekatan yang memperkaya perspektif dalam proses perbaikan kebijakan. Indonesia pun dapat mengadopsi pendekatan serupa untuk memastikan kebijakan pendidikan tetap relevan dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Pada akhirnya, ketiga aspek ini , stabilitas kebijakan, kesejahteraan guru, dan pelibatan publik adalah pilar penting dalam membangun pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
Stabilitas memungkinkan kesinambungan dalam penerapan kurikulum; kesejahteraan guru menciptakan lingkungan pengajaran yang positif; sementara pelibatan publik menjamin kebijakan pendidikan yang lebih adaptif dan sesuai dengan realitas di lapangan.
Jika Indonesia ingin bersaing secara global dan meningkatkan skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA), maka kebijakan pendidikan perlu dirancang dengan cermat dan konsisten, mendukung guru dan siswa secara nyata, serta melibatkan masyarakat dalam setiap proses evaluasi. Pendidikan yang berkualitas adalah dasar bagi masa depan bangsa, dan saatnya kita memprioritaskan kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan kesetaraan dalam sistem pendidikan kita.