Warta DKI
Berita UtamaInternasionalNasional

Pemerintah Indonesia Dorong Reformasi Tata Kelola Global di PPTM 2025

menlu sugiono prioritas diplomasi multilateral

Wartadki.com|Jakarta, — Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk lebih berperan aktif dalam tata kelola global melalui reformasi lembaga internasional. Dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2025, Menteri Luar Negeri Sugiono menyampaikan pentingnya langkah-langkah konkret untuk menciptakan sistem internasional yang lebih adil dan relevan bagi negara-negara berkembang.

“Pancasila akan menjadi panduan strategis kami untuk mendorong sistem internasional yang relevan dengan tantangan zaman. Tidak boleh ada lagi dominasi si kaya terhadap si miskin,” ujar Sugiono dalam pidatonya di Jakarta, Jumat (10/1).

Mendorong Perubahan Sistem Internasional

Sugiono menyoroti melemahnya multilateralisme serta kurangnya komitmen negara-negara besar terhadap reformasi sistem global. Indonesia, menurutnya, berupaya mendorong reformasi struktur keuangan internasional agar negara-negara Global South memiliki ruang lebih besar dalam pengambilan keputusan global.

“Multilateralisme saat ini kehilangan daya. Hukum internasional dan Piagam PBB semakin tidak dihormati. Jika situasi ini terus dibiarkan, konflik global bahkan skenario terburuk seperti perang nuklir bisa terjadi,” jelas Sugiono.

Keanggotaan BRICS dan Komitmen Multilateral

Sugiono juga menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan bagian dari politik luar negeri bebas aktif. Indonesia akan menjembatani kepentingan negara-negara berkembang sambil tetap berperan aktif di berbagai forum multilateral lainnya seperti G20, APEC, MIKTA, dan dalam proses aksesi OECD.

“Keanggotaan di BRICS tidak membuat Indonesia mengurangi komitmen kami terhadap kerja sama multilateral lainnya,” tegas Sugiono.

Tantangan dan Kritik

Namun, langkah ini mendapat perhatian kritis dari beberapa pengamat. Direktur Eksekutif Synergy Policies, Dinna Prapto Rahardja, menilai BRICS masih menghadapi tantangan besar, termasuk kurangnya tata kelola yang baik dan perbedaan kebijakan antar anggotanya.

“Dedolarisasi masih menjadi wacana besar, sementara kemampuan industri negara-negara BRICS untuk menghasilkan produk manufaktur bernilai tambah masih tertinggal jauh dari negara-negara maju,” kata Dinna.

Langkah diplomasi Presiden Prabowo Subianto yang mendahulukan kunjungan ke China dibanding ASEAN juga mendapat kritik. Ketua Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional (AIHI), Agus Haryanto, menilai keputusan tersebut dapat melemahkan posisi strategis Indonesia di kawasan ASEAN.

Modal Diplomasi Indonesia

Di tengah berbagai tantangan, Sugiono menegaskan bahwa Indonesia memiliki modal diplomasi yang kuat. Dari sejarah KTT Asia Afrika 1955 hingga pembentukan ASEAN, Indonesia dinilai konsisten menjadi pelopor perubahan dan jembatan berbagai kepentingan global.

“Indonesia tidak hanya pelopor, tetapi juga bagian dari solusi berbagai perbedaan,” ujar Sugiono.

Dengan peran dan ambisi yang terus berkembang, Indonesia diharapkan mampu menghadirkan kontribusi nyata dalam tata kelola global.

Related posts

Jalin Sinergitas KSP Dan Kodam III/Siliwangi Gelar Rakor Evaluasi Program Prioritas Nasional

Redaksi

Didakwa Lakukan Teror Terhadap Mantan Iparnya, Kini Diadili di PN Tangerang

Redaksi

RSUD Cibinong Hadirkan Beragam Inovasi Guna Tingkatkan Layanan Kesehatan Di Kabupaten Bogor

Redaksi

RUPS Tahunan IPCC Catat Kinerja Tahun 2023 Melesat, Deviden Hebat

Redaksi

Polsek Cisarua Polres Bogor Selidiki di Temukannya Jasad Bayi Yang Terkubur

Redaksi

Danrindam III/Siliwangi Lepas 4 Prajurit Terbaik ke Kongo

Redaksi

Leave a Comment