Wartadki.com|Batam — Semenjak kota Batam ditetapkan sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) oleh pemerintah pusat, maka dengan kondisi tersebut telah menciptakan Batam menjadi kawasan metropolis yang maju dengan tingkat ekonomi yang menjanjikan. Dengan adanya kebijakan pemberian fasilitas FTZ menjadikan harga-harga barang komoditas yang dijual lebih murah jika dibandingkan dengan harga-harga barang dengan daerah lain yang tidak termasuk sebagai kawasan berikat, seperti Kota Tanjung Pinang dan kota kota lain yang terdapat di Propinsi Kepri. Penetapan Batam sebagai kawasan bebas tersebut di implementasikan dengan payung hukum yang dibuat pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 10 tahun 2012.
Maraknya Penyeludupan Barang Dari Pelabuhan “Tikus”
Namun penetapan kawasan bebas di Batam mestinya harus tunduk dan patuh terhadap kebijakan kepabeanan yang telah membuata dan menetapkan pelabuhan mana saja yang di bolehkan melakukan bongkar muat barang ke dalam kapal. Sesuai dengan regulasi yang ada pihak bea cukai melarang beroperasinya pelabuhan “tikus” maupun pelabuhan rakyat untuk memuat barang kedalam kapal karena tidak termasuk dalam ketentuan pelabuhan yang ditunjuk.
Dengan kondisi sesuai ketentuan dimaksudkan mengantisipasi tidak terjadinya upaya atau tindakan penyeludupan barang secara illegal keluar dari kawasan berikat/bebas Batam ke daerah lain yang bukan kawasan berikat/bebas tanpa memenuhi prosedur kepabeanan yang berlaku, sehingga dengan kebijakan ini menyebabkan para pengusaha pemasok barang illegal menjadi kalang kabut tidak bisa memuat barang ke kapal melalui pelabuhan yang mereka miliki.
Menurut pantauan wartawan media ini dilapangan menjumpai dan menyoroti kegiatan illegal berupa penyeludupan barang keluar Batam di pelabuhan “tikus” Pungur persisnya di depan Mesjid Punggur Dalam Kota Batam. Didapati maraknya penyeludupan di pelabuhan tersebut secara langsung telah berdampak menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara dari sektor penerimaan pajak yang melebih jumlah milyaran rupiah.
Dimana sesuai dengan kewajiban pajak untuk barang yang akan dibawa keluar dari Batam wajib dikenakan PPN 10% dari total barang yang akan dibawa keluar dan dapat dibayangkan sudah berapa besaran kerugian Negara dengan aksi penyeludupan yang ditenggarai sudah berjalan bertahun-tahun lamanya.
Dampak lain dan sekaligus sebagai acuan atas maraknya kegiatan penyeludupan illegal tersebut dapat dilihat dari sepi dan minimnya kegiatan lori pengakut barang yang menggunakan jasa pelabuhan resmi yaitu pelabuhan Roro Telaga Punggur Batam, hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan pengiriman barang melalui pelabuhan tidak resmi yang dikenal dengan sebutan pelabuhan tikus di Batam, sesuai dengan namanya kegiatan seperti ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dalam kegelapan malam guna untuk menghindar dari petugas bea dan cukai layaknya seperti tikus curi-curi cari makan.
Kegiatan illegal ini sudah berjalan bertahun-tahun lamanya, lancarnya aksi penyeludupan ini diduga karena ada bekingan dari orang–orang yang berpengaruh di Batam.
Seperti yang dikatakan oleh sumber yang tidak mau disebutkan namanya bahwa dibeking oleh oknum Aparat penegak hukum di Batam. Ketika merasa barangnya ketahuan difoto oleh wartawan di lapangan mereka tidak segan-segan memperintahkan buruh-buruh datang menghadapi dan lansung mengertak wartawan dengan cara omongan kasar serta makian, seolah-olah si wartawan ingin dibunuh oleh buruh.
Menurut sumber yang ditemui di lapangan mengatakan bahwa pemilik pelabuhan dengan inisial S, ketika lori barangnya masuk kedalam pelabuhan kemudian pintu pelabuhan ditutup rapat-rapat dan lampu dimatikan, seolah-olah terkesan sepintas lalu bahwa didalam pelabuhan tidak ada kegiatan.
Sebenarnya yang ada didalam pelabuhan sedang dimuat barang ke dalam kapal dengan cara barang yang pajaknya tinggi di susun terlebih dahulu didalam kapal bagian bawah diduga diisi barang yang terlarang, seperti rokok, mikol,narkoba, sedangkan diatasnya dihimpit dengan barang yang pajaknya ringan seperti foliform pembungkus nasi.
“Namun anehnya petugas bea dan cukai yang seharusnya memiliki kewenangan memberantas penyeludupan tersebut sudah berulang kali dikonfirmasi seolah-olah tidak berdaya dan tidak punya nyali mengambil tindakan, bahkan mereka terkesan tutup mata dan membiarkan saja kejadian itu”. Ucap sumber yang minta namanya jangan dimuat pada media ini.
Ketika mencari konfirmasi lain di Pelabuhan resmi milik ASDP Punggur, Batam yang mengoperasikan kapal roro pengangkut barang trans Batam – Bintan, didapat keterangan dari salah seorang sumber yang berada di pelabuhan tersebut yang memaparkan bahwa semenjak ada kegiatan illegal di pelabuhan Punggur Dalam menyebabkan jumlah lori pengangkut barang yang berlalu lalang disini semakin hari semakin berkurang, ini dikarenakan pemilik barang sengaja menghindar dari pembayaran pajak barang keluar, oleh karena itu banyak dari mereka menggunakan modus penyeludupan melalui pelabuhan tidak resmi dipunggur dalam.
Menurut sumber“Modus penyeludupan itu diduga beroperasi pada waktu-waktu yang sudah diatur sedemikian rupa sejak dari sore hingga sampai subuh, skenarionya yaitu untuk barang-barang yang pajaknya rendah diangkut melalui pelabuhan resmi menggunakan kapal Roro di Telaga Punggur, sedangkan untuk barang-barang dengan nilai pajak yang besar diangkut secara illegal pada malam hari di muat ke kapal pompong di pelabuhan tidak resmi alias pelabuhan “tikus”.
Permasalahan ini sudah sering disampaikan oleh media kepada pihak Bea Cukai Batam, Pencegahan Penyeludupan (P2) Bea Cukai Batam selalu mengatakan bahwa, “petugas kami sudah sering turun ke lokasi namun tidak pernah ketemu adanya kegiatan penyeludupan illegal disana, saya beranggapan bahwa mereka memiliki mata-mata yang akan memberikan informasi sehingga ketika ada petugas yang turun maka kegiatan mereka segera berhenti”, Ucapnya.
Kegiatan illegal seperti ini merupakan pelanggaran dan dapat menimbulkan kerugian Negara, dan semestinya para pelaku dapat dipidana penjara sebagaimana sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2006 perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, sesuai ketentuan pidana pada pasal 102 1. barang siapa tanpa mengindah ketentuan undang-undang ini dipidana karena melakukan penyeludupan dengan pidana penjara delapan tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000.00.- (lima ratus juta rupiah). 2. Sesuai dengan ketentuan pidana pasal 102 A .poin c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3); d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau e. mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (Mef).