Wartadki.com|Jakarta, — Ketua Majelis Hakim Aloysius Bayuaji kembali membuka persidangan perkara dugaan pemalsuan dengan terdakwa Tony Surjana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada hari Selasa, (20/5). Sidang kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan pendapatan ahli yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Sudibyo kemudian dilanjutkan dengan keterangan terdakwa selaku terdakwa.
Didalam keterangannya dimuka persidangan , terdakwa mengaku bahwa pernah mengajukan permohonan blanko, secara tidak langsung, karena didasari informasi dari Sarman Sinabutar yang saat itu merupakan penyidik yang sedang menangani laporan terdakwa, kalau mau di proses laporan nya harus ganti blanko karena SHM masih wilayah Bekasi sementara suda ada pemekaran wilayah menjadi Jakarta Utara.

Kemudian 4 Sertifikat diserahkan ke Sinabutar saat ini sudah di jadi , terdakwa juga mengaku saat itu minta tolong ke Sinabutar dan semua proses nya dipasrahkan semua kepada Sinabutar dan tidak pernah hadir di lokasi saat proses berlangsung , dan tidak ingat lagi apakah pernah tanda tangan atau tidak . Hingga proses selesai dan sudah jadi sertifikat namun satu sertifikat lagi di batalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN).
Terdakwa mengakui bahwa tanah yang menjadi objek perkara ini didapat dari orang tua pada tahun 70 an , dan pada saat pengukuran tidak hadir disana tidak pernah kenal dengan Rochmat, semua proses diserahkan ke Sinabutar terdakwa hanya memberi tahukan lokasinya dan batas-batas. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, Abdullah mendirikan bedeng dan terdakwa pernah melaporkan ke Polres Metro Jakarta Utara tentang keberadaan Abdullah, penyidiknya Sinabutar, namun tidak pernah ada putusan sampai saat ini .
Pernah ketemu langsung dengan Abdullah dalam rangka perdamaian namun permintaan Abdul tidak masuk akal tidak terjadi kesepakatan.
Sementara pendapat Ahli pidana Flora Giyanti, menyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai ahli dalam perkara menempatkan keterangan palsu dalam akta autentik, selalu pemohon Polres Metro Jakarta Utara.
Lebih lanjut dijelaskannya, merujuk ke pasal pasal 78 KUHP dan pasal 79 angka 1 KUHP selesainya delik pasal 266, telah kadaluarsa pada tahun 2020 namun dengan adanya penggunaan surat di tahun 2024 yaitu surat dengan isi keterangan palsu, yang mana surat tersebut menjadi dasar atas terbitnya sertifikat maka kembali dibuka delik pidana pasal 266 memenuhi unsur. Kesimpulannya pasal 266 (2) terbukti
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pada tanggal 24 Februari 2004 dan diketahui pada tahun 2020 bertempat di Kantor BPN Jakarta Utara dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara atau pada suatu tempat di dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
Terdakwa diduga telah memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian.
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP..
