Wartadki.com|Jakarta, — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Sudiibyo menyatakan terdakwa Yanuar Rezananda dan Rian Pratama Akba terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan, untuk itu menuntut agar majelis hakim pimpinan Syofia Marlianti Tambunan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun dan enam bulan . Sebagaimana tertuang dalam tuntutannya dibacakan dalam persidangan Selasa (18/10/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Menurut JPU, hal itu berdasarkan keterangan para saksi bukti-bukti serta fakta yang terungkap di persidangan.
Untuk itu terdakwa telah terbukti sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, dalam dakwaan kesatu terdakwa I, Rian Pratama Akba dan terdakwa II, Yanuar Rezananda, melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1), ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terdakwa I, Rian Pratama atas perintah terdakwa II, Yanuar Rezananda tanpa sepengetahun dan ijin dari saksi Ahmad menghubungi masing-masing vendor yang mengatakan apabila ingin memenangkan tender, masing-masing vendor harus melakukan penambahan harga sebesar Rp 200.000.000,- .
Menyikapi tuntutan JPU, Tim Kuasa Hukum Mahadita Ginting , Guntur Perdamaian , Fernando IKudadiri , dan Erly Asriyana, dari kantor Law Office Mahadita Ginting & Partners selaku kuasa hukum terdakwa Yanuar Rezananda dan Rian Pratama Akba mengatakan, “Ada keragu-raguan JPU dalam menuntut terdakwa , memasukan keterangan saksi yang tidak valid, sementara keterangan ahli tidak di sebutkan JPU dalam tuntutannya, kami yakin klien kami tidak bersalah dan harus dibebaskan,” Kata Mahadita Ginting usai persidangan.
Dalam persidangan sebelumnya saksi ahli pidana Prof. Andre Yosua berpendapat, “Apabila perusahaan tidak memiliki SOP maka tidak ada Mens Rea (unsur kesalahan), artinya perbuatan pidananya tidak ada , ahli juga menjelaskan , dalam satu perusahaan kan ada SOP, jadi orang bisa dikejar berdasarkan SOP tadi menentukan siapa yang bertanggung jawab., hal yang di gambarkan,” Sebagaimana pendapat ahli dalam persidangan.
Kemudian jika karena jabatannya dia mendapatkan keuntungan baru itu masuk penggelapan, mengenai kesepakatan yang dikondisikan, menjadi sepakat karena sudah dikondisikan dari awal dan ternyata dikemudian hari bermasalah, dalam hal ini ahli berpendapat “Sesuai pasal 88 yaitu permufakatan jahat dari kata sepakat, namun kalau dari satu pihak saja yang berinisiatif mala itu tidak termasuk permufakatan jahat, pasal 88 jelas unsur pasalnya,” Kata ahli .
Pendapat ahli, “Pertanggung jawaban pidana diatur dalam dualistik monolistik tidak mengisahkan perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana, maka sesuai teori dualistik bahwa pertanggung jawaban pidana terhadap hal hal apa saja yang langsung dilakukan dan diakibatkan langsung atas perbuatannya, dalam dualistik dalam monolistik itu tidak diatur,maka dalam PT pertanggung jawaban pidana sesuai dengan jabatannya,dia direksi berarti dia bertanggung jawab didalam dan diluar perusahaan, komisaris bertanggung jawab atas saham, ada SOP apakah dia sesuai SOP yang ditetapkan jadikita tidak bisa dalam pidana kita mengatakan bahwa ini soal percaya tapi minimal harus ada pelanggaran SOP ketika dia mengambil keputusan harga itu sesuai SOP nggak, katakan di SOP itu dia mempunyai hak wewenang penuh maka pimpinan direksi harus siap dengan apapun yang terjadi,” Kata ahli. (DW)