Wartadki.com|Jakarta, — Persidangan tindak pidana penipuan Robot Trading Fin 888 dengan terdakwa Peterfi Supandri dan Cary Chandra kembali dibuka untuk umum, Kamis (13/8/2023) . Dalam persidangan yang pemimpin Majelis Hakim Yuli Efendi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imelda Siagian menghadirkan tiga Saksi Ahli diantaranya Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih.
Menurut pendapat ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih, berawal dari kejahatan asal. Dalam hal ini, sebagaimana banyaknya korban, ada aliran dana yang sebenarnya korban menginginkan uangnya kembali, namun karena tidak kembali maka para korban menempuh jalur hukum. Hal khusus ini dalam waktu yang cukup lama ada iming-iming melalui internet, kemudian korban tergiur sehingga mengeluarkan uangnya ke robot trading yang tidak ada ijinya.
Lebih lanjut ahli mengatakan. “Setiap pengumpul dana masyarakat harus ijin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investasi harus memiliki produk sementara dalam perkara ini tidak ada produk dan tidak ada ijin Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”, Jelasnya.
Kemudian mengenai apustille menurut ahli, itu dokumen antar negara terkait suatu kejadian. Sementara apidavid satu surat keterangan yang biasanya diminta luar negeri bisa dijadikan alat bukti pidana. Berdasarkan apidavid yang sudah diapustillekan, sudah cukup jadi bukti adanya TPPU, korporasi, kumpulan dana yang seolah-olah berbadan hukum tapi tidak berbadan hukum, kalau berbadan hukum harus ada ijin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tapi ternyata tidak ada.
“Ada asuransi tidak ada ijin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dijadikan iming -iming yang menggiurkan , di promosikan ada yang langsung , ada yang melalui layar sistem (internet) hal itu sudah dapat mematahkan kejahatan siber’, Tegasnya .
Menariknya, lebih lanjut ahli, biasanya apidavid yang minta penyidik, tapi ini yang mohonkan yang bersangkutan, apidavid merupakan sah alat bukti meski tidak diapustillekan apalagi ini diapustillekan. Harusnya menyelidiki secara mendalam. Ketentuan UU perbankan pasal 41-51 pidana kalau ada kecuali menghimpun dana masyarakat yang ada di indonesia harus ada ijin OJK , yang penting pidana asalnya karena tidak bisa kembali , harus ditelusuri uang itu mengalirnya kemana,” ujar ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Selain itu investasi tidak boleh menjanjkan pendapatan tiap bulan, kalau mereka menjanjikan keuntungan tiap bulan akan mendapat keuntungan itu pasti penipu, itu modus agar mereka memasukan uangnya, uang itu patut diduga uang hasil kejahatan, siapa pun yang menerima dan mengalihkan uang hasil kejahatan, transaksi, itu masuk keranah TPPU bukan hanya itu , seseorang yang memasarkan masuk ke rekening,” terang ahli.
Dalam dakwaan JPU para terdakwa merugikan para korban sekitar 400 orang dengan total kerugian ratusan miliar rupiah, terdakwa dijerat pasal penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (DW)