Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili Arwan Koty. Perkara Pidana yang disangkakan pada terdakwa Arwan Koty warga Gambir Jakarta Pusat,yang dilaporkan PT.Indotruk Utama salah Lokus deliknya. Demikian disampaikan Penasehat Hukum Aidi Johan, dalam Eksepsi yang dibacakan dipersidangan Minggu lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dihadapan Ketua Majelis Hakim yang diketuai Arlandi Taryono dengan hakim anggota Toto Ridanto dan Ploressani Susana.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sigit Hendro, dalam dakwaan menyebut kan. Arwan Koty, memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan dua perbuatan Pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan sebagai mana diatur dalam pasal 220( tuduhan dalam dakwaan pertama) KUHP.
Dan dalam dakwaan kedua, disebutkan dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberi tahuan palsu kepada penguasa baik secara tertulis maupun untuk dituliskan ,tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang diancam dengan pengaduan fitnah, sebagai mana diatur dalam Pasal 317 KUHP.
Dalam dakwaan telah ditemukan, Lokus Delik Perbuatan, peristiwa Hukum terjadi di Wilayah Hukum Jakarta Utara. Lampiran atau pengaduan didasarkan pada Perjanjian Jual Beli Nomor :157 / PJB/ITU/JKT/VII/2017 tanggal 27 Juli 2017,antara EKA LOVYAN yang bertindak untuk dan atas nama PT.Indotruk Utama berkedudukan di Semper Timur,Jakarta Utara, selanjutnya disebut sebagai Penjual.
Dengan terdakwa Arwan Koty, bertindak untuk dan atas nama Pribadi yang berkedudukan di Cideng Jakarta Pusat selanjutnya disebut pembeli. Obyek barang yang dibeli: 1 (Satu) Unit Crawler Eskavator Volvo EC 21 OD dengan harga Rp. 1.265.000.000. dan telah dibayar lunas terdakwa Arwan Koty.
Namun menurut terdakwa ,sampai saat ini barang yang dibelinya tidak pernah diterima.Ternyata pada surat dakwaan Altrenatif tersebut terdapat fakta-fakta hukum sebagai mana yang diuraikan dalam Posita Surat Dakwaan. a,Lokus Delik Perbuatan Hukum terjadi di Wilayah hukum Jakarta Utara. Laporan atau pengaduan didasarkan pada perjanjian Jual Beli Nomor 157 /PJB/ITU/JKT/VII/2017,tanggal 27 Juli 2017,antara Eka Lovyan yang bertindak untuk dan atas nama PT.Indotruk Utama berkedudukan di Semper Timur Jakarta Utara (pejual) dan Arwan Koty sebagai pembeli.
Lebih Lanjut, Â Aidi Johan, menjelaskan bahwa Lokus delik pidana berdasarkan tempat pelaporan, Menurut hukum laporan seseorang yang mengalami dan menjadi korban perkara pidana, dihentikan Penyelidikannya,yang mana atas laporan tersebut belum ditentukan tindak penyidikan dan belum ditetapkan tersangkanya. Lokus delik yang tidak jelas dalam surat dakwaan merupakan Surat dakwaan obscuurible.
Menurut penasehat hukum terdakwa Arwan Koty,sangat tidak berhak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengadilinya. Berdasarkan Peristiwa hukumnya terjadi di Utara dan saksi dalam perkara ini, R.Priyonggo, Susilo Hadiwibowo, Bayu Tri Widodo, Tommy Tuasihan dan saksi Soleh Nurctjahyo,tidakk ada yang berdomi sili di Jakarta Selatan semuanya di Jakarta Utara karena mereka semua pegawai PT.Indotruk Utama.
Yang menjadi permasalahan, mengapa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam hal Lokus Delik, berpedoman atas dibuatnya Laporan tidak kepada Peristiwa substansi dari laporan atas dugaan Perbuatan Pidana Penipuan dan penggelapan, dengan nilai kerugian yang diderita pelapor Arwan Koty, sebesar Rp.1.265.000.000, kerugian ini sudah pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri, selaku terlapor PT. Indotruk Utama ,(lp.pasal 378 372 KUHP namun sampai saat ini tak kunjung kunjung di proses Hingga laporan tersebut yang menjerat Arwan Koty.
Saat ini, perseteruan antara Arwan Koty dan PT. Indotruk Utama, masih berjalan di PN Jakarta Utara, dimana PT. Indotruk Utama menghadapi gugatan Wanprestasi dari Arwan Koty karena merasa dirugikan rancunya perkara ini,  sesungguhnya yang menderita kerugian adalah terdakwa Arwan Koty, sudah membayar lunas mesin yang di beli tak kunjung diterima, sudah membuat  laporan ke Bareskrim Polri (sebelumnya.) Anehnya masalah ini, malah justru berbalik menjerat Arwan Koty hingga menjadi terdakwa, dengan sangkaan pasal Pidana 220 KUHP dan pasal 317 KUHP.