Menteri Kordinator Kemaritiman  dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan  menyebutkan bahwa  implementasi Batam Logistic Ecosystem (BLE) sebagai bagian dari National Logistic Ecosystem (NLE), bertujuan agar Indonesia menjadi republik yang lebih efisien dan transparan,  pernyataan ini disampaikan pada saat meresmikan platform digital logistik, Batam Logistic Ecosystem (BLE) bersama Menko Marves di Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (18/3).
Luhut juga menyebutkan, Â alasan mengapa Batam dipilih sebagai percontohan penerapan platform digital logistik, karena jika berjalan dengan baik, maka pemerintah akan mengupayakan delapan pelabuhan lainnya di Indonesia bisa mengikuti jejaknya.
“Ini merupakan perjalanan panjang. Tanpa kerja keras tidak akan bisa. Setelah itu, nanti akan dikaitkan dengan pelabuhan udara, sekali jalan,†ucapnya.
Menurutnya, tata kelola logistik yang efisien diperlukan untuk meningkatkan daya saing Batam di bidang kemaritiman. Seperti yang sudah diketahui, Batam tidak banyak disinggahi kapal-kapal asing. Dalam kaitannya dengan logistik, proses pemuatan barang hingga sampai ke tujuan dianggap sangat tidak efisien.
Sebabnya, karena perizinan kapal yang berkaitan dengan kegiatan logistik harus diurus di tiga instansi, yakni Bea Cukai (BC) Batam, Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam. Repot dan makan banyak waktu dan biaya. Selain itu, Pelabuhan Batuampar yang berkapasitas kecil tidak sanggup disandari oleh kapal besar seperti Panamax.
Untuk memuat barang ke kapal besar yang berlayar jarak jauh, maka kapal kecil yang mengangkutnya pelan-pelan dari Batuampar.Bagi dunia usaha, proses ini tidak efisien, makan waktu, dan biaya.
Dengan BLE, perizinan-perizinan di tiga instansi ini disatukan, sehingga pengguna jasa pelabuhan hanya perlu sekali submit data, maka kegiatan logistiknya bisa berjalan dengan lancar. Model simplifikasi perizinan ini diyakini dapat menarik minat-minat kapal asing, serta memperlancar arus kegiatan ekspor-impor di Batam.
Luhut juga melihat kapal-kapal asing tidak tertarik ke Batam, karena tidak memiliki apa yang mereka butuhkan. Dalam hal ini, seperti fasilitas dan titik labuh jangkar yang komprehensif.
“81 ribu kapal lalu lalang di Selat Malaka per tahun. Kapal yang mau lego jangkar hanya 102 saja. Padahal kalau digarap dengan baik, dapat 20 persen saja bisa dapat Rp 3 triliun per tahun,†sebutnya.
Ia mengungkapkan, ada sembilan titik di Selat Malaka yang dijadikan titik labuh jangkar, dan tidak ada satupun yang dimiliki Indonesia.“Berpuluh-puluh tahun tidak ada. Saya sudah perintahkan agar tahun depan, ada 4 atau 5 titik tambahan yang dikelola. Mulai April, ada rambu-rambu suar disana. Kita manfaatkan titik labuh jangkar seoptimal mungkin,†ujarnya.
Agar lebih memaksimalkan pendapatan labuh jangkar ini, Luhut menilai, perlu adanya taks force yang melakukan patroli secara rutin. Selain itu, kapal yang melintasi perairan Indonesia wajib menggunakan Automatic Identification System (AIS).
“Task Force ini terdiri dari berbagai pihak dan akan dilengkapi dengan drone. Saya sudah minta pak gubernur sosialisasikan ini. Saya minta jangan sampai ada pihak di laut bermain-main. Saya juga minta teman-teman polisi mengamankan investasi. Semua pihak juga jangan melakukan kutip-kutipan (pungli). Jangan macam-macam. Bekerjalah dengan hati,†tegasnya.(Pen).