Wartadki.com|Jakarta, — Walaupun kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masyarakat belum signifikan, namun kinerja Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, mendapat apresiasi dari Dosen Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) DR.Fernando Silalahi SH MH.
Apresiasi yang disampaikan Direktur Eksekutif Joint Task Force Monitoring of Indonesian Illegal Levies ini, atas komitmen Prabowo Subianto, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di seluruh lini instansi. KPK baru memulai tugasnya dan menunjukkan ke publik bahwa instansi anti rasua tersebut mampu menangkap Wakil Menteri Tanaga Kerja Imanuel Ebenezer alias Noel.
Semua publik mengetahui siapa Noel Ebenezer saat kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Noel merupakan relawan pemenangan, pendukung kuat pemilihan Presiden RI, Joko Widodo dan Wakil Presiden RI sekarang Gibran, hingga Noel di berikan kursi menjadi Wamenaker.
Namun Prabowo Subianto rupanya tidak gentar dan selalu komitmen untuk memecat dan memenjarakan para pembantunya walau merupakan titipan warisan pemimpin lama. Atas komitmen pemberantasan korupsi tersebut Fernando Silalahi mengapresiasi Presiden Prabowo yang tidak berkompromi dengan tindakan Pemerasan yang dilakukan oleh anak buahnya dengan menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK.
KPK menangkap Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan dan 10 tersangka lainnya. Tindakan Wamenaker telah mencederai program Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya telah mewanti-wanti seluruh Pejabat negara untuk tidak melakukan tindakan yang tercela terutama melakukan korupsi yang merusak keuangan dan perekonomian negara.
Direktur Eksekutif Joint Task Force Monitoring Of Indonesian Illegal Levies ini, menyesalkan tindakan Wamenaker yang melakukan dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat K3 bagi para pekerja. Seharusnya disaat Indonesia kelebihan angkatan produktif Wamenaker bukan mempersulit pengurusan sertifikat K3, tapi harusnya mempermudah agar disaat ekonomi yang sedang terpuruk pungutan tersebut tidak perlu ada.
Menurut ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangan persnya, pemerasan yang dilakukan oleh oknum pegawai Kementerian Tenaga Kerja dalam pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah atas sepengetahuan dari Wamenaker.
Dr.Fernando Silalahi, juga mengapresiasi kinerja KPK yang telah menerapkan Pasal Pemerasan sesuai dengan Pasal 12 huruf (e), dan/atau Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, terhadap perbuatan tersangka Noel.
Tindakan KPK terhadap penguasa tersebut agar menunjukkan kepada masyarakat dan juga pengusaha yang diperas itu kedepannya tidak takut untuk melaporkan tindakan yang dilakukan oleh pejabat negara. Bila dikenakan pasal Penyuapan kepada para Tersangka, maka pemberi suap harus dikenakan sanksi juga, yang mengakibatkan masyarakat dan pengusaha tidak akan mau melaporkan tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Menurut Fernando Silalahi, pasal Pemerasan yang dikenakan KPK sangat tepat ditetapkan kepada Wamenaker dan para tersangka lainnya. Baru kali ini KPK menetapkan pejabat negara dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Biasanya KPK hanya menetapkan seorang Tersangka pejabat negara dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001.
Fernando berharap, KPK harus melakukan OTT terhadap pelaku korupsi laninna agar marwah yang sempat tenggelam dan dapat dikembalikan atas OTT terhadap pejabat lainnya. Pihaknya juga sangat menyesalkan perilaku dari Wamenaker yang ternyata menurut keterangan pers ketua KPK, telah melakukan tindakan tercela tersebut dalam waktu yang lama.
KPK juga diminta untuk menelusuri lebih dalam lagi kasus ini sampai kasus Pemerasan ini tidak terjadi kedepan agar pekerja tidak dirugikan dengan penambahan biaya dalam pengurusan sertifikat K3, ungkap Fernando Silalahi dalam keterangan Persnya, 23/8/2025.