Wartadki.com|Depok, — Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik (STIHP) Pelopor Bangsa membeberkan fakta mengejutkan terkait dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Pablo Putra Benua, Rey Utami, dan Christopher Anggasastra.
Ketiganya diduga menggunakan ijazah palsu untuk mengikuti sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Bandung.
Kasus ini bermula ketika Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advocaten Indonesia (BPP PAI) melayangkan surat Nomor 006/DPP/PAI/VIII/2025 tertanggal 14 Agustus 2025, berisi permintaan verifikasi ijazah S1 Hukum atas nama ketiga orang tersebut. Surat itu disertai sejumlah lampiran berupa salinan ijazah, KTP, dan berita acara sumpah advokat.

Menindaklanjuti surat itu, pihak rektorat STIHP Pelopor Bangsa langsung melakukan rapat internal dan pemeriksaan data mahasiswa.
Hasilnya mencengangkan, kampus menegaskan tidak pernah menerbitkan ijazah atas nama Pablo Putra Benua, Rey Utami, maupun Christopher Anggasastra.
Rektorat mengungkapkan bahwa ketiga nama tersebut memang pernah terdaftar sebagai mahasiswa pada 2023.
Namun, mereka tak pernah aktif mengikuti perkuliahan maupun memenuhi kewajiban akademik.
Akibatnya, kampus mencoret nama mereka dari daftar mahasiswa aktif.
STIHP Pelopor Bangsa kemudian mengeluarkan surat resmi Nomor 073/Akd/STIHP-PB/IX/2025 tertanggal 16 September 2025 yang menyatakan bahwa ketiga nama tersebut tidak pernah menerima ijazah dari Pelopor Bangsa. Fakta ini sekaligus memperkuat dugaan bahwa ijazah yang digunakan PB dkk untuk mendaftar sumpah advokat adalah palsu.
Merasa dirugikan, rektorat melaporkan kasus ini ke Polres Metro Depok dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1584/VIII/2025/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA pada 29 Agustus 2025. Laporan itu menjerat PB dkk dengan dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Pasca pelaporan, pihak kampus menyebut PB berkali-kali menghubungi untuk meminta “musyawarah”.
Namun, alih-alih meminta maaf, Pablo justru menyatakan bahwa dirinya lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darul Ulum Lampung Timur tahun 2018. Pernyataan ini memunculkan kejanggalan baru.
