Wartadki.com| Jakarta – Menurut rencana ,Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) yang diketuai Hakim Jumyanto, akan menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus penyerangan Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, akan dibacakan Kamis (16/7/2020).
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara telah, menuntut terdakwa masing-masing satu tahun pÂÂÂÂÂÂÂÂenjara.
Tuntutan tersebut telah jadi polemik karena dinilai sebagaian  kalangan terlalu ringan serta tidak berpihak kepada Novel selaku korban.
Dakwaan Jaksa,kedua terdakwa menyerang Novel karena tidak suka atau membenci Novel Baswedan dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Putusannya yang akan dijatuhkan tentu berdasarkan alat bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Dengan begitu vonis yang dijatuhkan tentu berkeadilan, berkebenaran dan bernurani serta bisa dipertanggung jawabkan.Hal itu,dikemukakan  Humas II PN Jakarta Utara, Tumpanuli Marbun, pada hari Senin,(13/7/2020).
Dia berkeyakinan, Â putusan majelis hakim pimpinan Djuyamto dengan anggota Agus Darwanta dan Taufan Mandala benar-benar tanpa intervensi dari mana pun.
Sebab lanjutnya, Â majelis hakim tersebut independen, konsisten dan menjunjung kemerdekaan profesinya (hakim). Dengan begitu diharapkan baik kedua terdakwa maupun saksi korban Novel Baswedan menerima vonis tersebut dengan rasa keadilan terpenuhi.
Tumpanuli Marbun mengingatkan, jangan sampai ada kekhawatiran apalagi tudingan bahwa putusan bermuatan “sponsorâ€, kental nuansa politik apalagi putusan peradilan sandiwara. Meski hakim juga manusia, menurut Tumpanuli, sejak awal Ketua PN Jakarta Utara sudah mengkhawatirkan kemungkinan adanya “intrik-intrik†bakal mewarnai persidangan.
Oleh karena itu, dipilih majelis hakim yang menanganinya yang betul-betul kuat menepiskan intervensi dari sisi mana pun datangnya.
Djuyamto ditunjuk sebagai ketua majelis hakim, Agus Darwanta dan Taufan Mandala sebagai anggota tentu dengan pertimbangan kemungkinan bakal ada kecurigaan-kecurigaan intervensi pada putusan perkara yang mengundang banyak perhatian masyarakat itu.
Maka untuk menepis semua kemungkinan itu  sejak awal persidangan dilakukan secara live streaming. Dengan begitu semua fakta-fakta yang terungkap selama persidangan direkam sebagaimana adanya. Itu pula yang membuat persidangan itu menjadi jauh dari rekayasa, pemutarbalikan fakta apalagi  persidangan sandiwara sebagaimana ditudingkan.
Menanggapi adanya penggiringan opini publik juga dari pihak saksi korban yang menyebutkan air aki bukan air keras, dan disebutkan sebagai suatu kejanggalan, kata Tumpanuli, sebagaimana dijelaskan oleh ahli kimia forensik di dalam persidangan bahwa air aki (H2S04) termasuk jenis air keras, sehingga tanpa disebutkan sebagai air keras pun air aki sudah merupakan air keras.
Demikian pula soal baju gamis yang robek di bagian dada yang juga dianggap sebagai suatu kejanggalan karena yang dipakai saksi korban Novel Baswedan saat kejadian penyiraman masih utuh, menurut Tumpanuli, sebagaimana terungkap robeknya baju di bagian dada karena sengaja digunting oleh tim Puslabfor Mabes Polri untuk sample pemeriksaan jenis zat apa yang disiramkan kepada korban Novel Baswedan. Para saksi yang menolong Novel Baswedan ketika ditunjukkan baju gamis sebagai  barang bukti dalam kesaksiannya dalam persidangan juga menyatakan bahwa baju gamis tersebut milik korban Novel Baswedan.
Masih untuk menjawab opini miring yang digulirkan pihak korban bahwa sidang kasus itu seperti dikebut, Tumpanuli dengan tegas menyatakan sesuai fakta sidang pernah ditunda 4 pekan atas permohonan Novel Baswedan sendiri dengan alasan kesehatan dan suasana Covid-19. Oleh karena jumlah saksi cukup banyak, 24 orang, maka agar masa penahanan kedua terdakwa tidak terlampaui persidangan pun dilakukan dua kali dalam sepekan untuk pembuktian atau keterangan saksi, ahli dan keterangan terdakwa.
Menjawab pertanyaan seolah CCTV di tempat kejadian perkara tidak pernah diputar selama persidangan, lagi-lagi Tumpanuli berkata tegas bahwa faktanya CCTV di rumah Novel diputar beberapa kali dan CCTV di rumah salah seorang saksi (TKP) diputar pula beberapa kali. “Kalau masih ragu dengan penjelasan saya ini, dapat dibuktikan dengan memutar kembali live streaming PN Jakarta Utara di Youtube,†ujarnya.
Tidak itu saja, pendapat yang menyebutkan tidak didukung dengan bukti forensik, jawaban untuk hal itu, kata Tumpanuli, dapat diperoleh secara jelas dalam persidangan yang disiarkan secara live streaming. Ahli kimia forensic telah memaparkannya dan dibacakan pula hasil laboratorium forensik dari Mabes Polri.
Tumpanuli juga menanggapi adanya upaya mengesankan majelis hakim tidak mau menggali dan mencari siapa dalang penyiraman tersebut. Menurut Humas II PN Jakarta Utara itu, majelis hakim tentu saja terikat dengan surat dakwaan jaksa yang diambil jaksa sendiri dari berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian. Pendapat ahli pun sudah optimal digali, bahkan majelis hakim telah mencoba  mengembangkan apa yang didakwakan jaksa terhadap kedua terdakwa tersebut. “Tetapi perlu diingat semua pihak, majelis hakim terikat dengan surat dakwaan. Sesuai KUHAP pengejaran ke dalang atau aktor intelektual suatu kasus sepenuhnya tugas penyidik kepolisian. Majelis hakim sekali lagi terikat pada dakwaan, itu sesuai KUHAP,†kata Tumpanuli menegaskan.
Soal dalang yang disebutkan pihak korban tidak berusaha dikejar dan diidentifikasi majelis hakim, menurut Tumpanuli, sesungguhnya hanyalah keinginan yang tidak logis dan tak berdasarkan petunjuk maupun alat bukti dari pihak korban. “Saksi korban sendiri kan bersaksi dalam persidangan kok tidak mau mengungkapkan siapa dalang penyiraman itu kalau memang ada dan dia tahu. Sudahlah majelis hakim bersidang sesuai aturan main (KUHAP) dalam rangka memenuhi dan memberikan rasa keadilan,†tutur Tumpanuli.
Prinsip adil memang harus dimiliki setiap hakim atau majelis hakim, termasuk oleh majelis hakim yang diketuai Djuyamto. Sebab, keadilan itu termasuk keutamaan bagi majelis hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Apalagi adil yang dianut itu bernurani, maka hakim atau majelis hakim tersebut diyakini dapat memberikan keadilan bagi siapa saja pencari keadilan, tak terkecuali Novel Baswedan. (feri)