Warta DKI
FituredOpini

Danantara, Arah Baru BUMN

Danantara, Arah Baru BUMN

Danantara, Arah Baru BUMN

Saskia Ubaidi ( Pustaka Aristoteles )

Sejak awal, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memegang peran sentral dalam mengelola sumber daya strategis dan menyediakan layanan bagi masyarakat. Konsep ini sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa sektor-sektor produksi yang penting bagi negara dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Namun, dalam perkembangannya, banyak BUMN yang semakin jauh dari perannya sebagai instrumen negara dalam menyejahterakan rakyat. BUMN yang sebelumnya berfungsi sebagai pilar ekonomi nasional kini lebih menyerupai korporasi yang berorientasi pada keuntungan.

Perubahan ini semakin nyata sejak banyak BUMN memasuki pasar saham dan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham. Dengan menjadi perusahaan terbuka (TBK), kepemilikan saham tidak lagi sepenuhnya di tangan negara, tetapi juga dimiliki oleh investor swasta, termasuk asing. Meskipun pemerintah tetap menjadi pemegang saham mayoritas untuk mempertahankan kontrol atas aset strategis, tekanan dari pasar membuat BUMN lebih mengutamakan efisiensi dan profitabilitas dibandingkan pelayanan publik. Akibatnya, kebijakan yang diambil lebih banyak mengikuti mekanisme pasar daripada mempertimbangkan kepentingan rakyat.

Fenomena ini terlihat jelas dalam berbagai sektor, seperti energi, telekomunikasi, dan perbankan. Harga BBM non-subsidi yang ditetapkan oleh Pertamina semakin bergantung pada fluktuasi harga minyak dunia, sementara tarif listrik PLN terus mengalami penyesuaian berdasarkan biaya operasional dan tuntutan profitabilitas. Hal yang sama terjadi dalam industri telekomunikasi, di mana layanan yang sebelumnya terjangkau kini semakin mahal akibat tekanan bisnis dan persaingan di pasar bebas. BUMN yang sebelumnya memiliki peran sosial, seperti Bulog, kini lebih beroperasi sebagai entitas bisnis yang fokus pada efisiensi daripada memastikan akses pangan murah bagi masyarakat kecil.

Selain itu, kebijakan pemerintah yang terus menuntut dividen besar dari BUMN untuk menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin memperburuk keadaan. Banyak BUMN terpaksa menekan pengeluaran, mengurangi subsidi, dan mengalihkan investasi ke proyek yang lebih menguntungkan secara finansial daripada yang berorientasi pada kesejahteraan sosial. Akibatnya, peran BUMN sebagai alat pemerataan ekonomi semakin terkikis, digantikan oleh logika bisnis yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek.

Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan aset negara dan meningkatkan efisiensi, pemerintah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai superholding BUMN. Dengan mengadopsi model seperti Temasek di Singapura, Danantara bertujuan untuk mengelola investasi BUMN secara lebih profesional, meningkatkan daya saing, dan memastikan aset negara dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Struktur baru ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan mengurangi ketergantungan BUMN pada Penyertaan Modal Negara (PMN), dengan menarik lebih banyak investasi dari dalam maupun luar negeri.

Namun, pembentukan Danantara juga menimbulkan berbagai pertanyaan. Salah satunya adalah mengenai sejauh mana superholding ini akan tetap berpegang pada mandat konstitusional BUMN dalam melayani kepentingan publik. Dengan model pengelolaan yang semakin menyerupai entitas bisnis swasta, dikhawatirkan Danantara akan semakin menjauhkan BUMN dari perannya sebagai penyedia layanan publik yang terjangkau. Pengawasan terhadap Danantara juga menjadi isu krusial. Meskipun Kementerian BUMN tetap berperan dalam pengawasan, jika Danantara beroperasi dengan independensi yang terlalu tinggi dan lebih berorientasi pada pasar, ada risiko bahwa mekanisme kontrol negara akan melemah.

Selain itu, hubungan antara Danantara dan BUMN yang berada di bawah naungannya juga perlu diperjelas. Tujuh BUMN besar, yaitu PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, PT Pertamina, PT PLN, PT Telkom Indonesia, dan MIND id, akan dikonsolidasikan ke dalam Danantara. Namun, belum ada kejelasan mengenai mekanisme koordinasi, pembagian peran, dan tanggung jawab antara Danantara dan BUMN tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi intervensi politik serta tantangan dalam integrasi aset-aset BUMN yang memiliki karakteristik dan sektor bisnis yang berbeda-beda.

Keberadaan Danantara juga membuka peluang bagi sentralisasi pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah. Namun, di sisi lain, hal ini dapat membuka celah bagi intervensi politik yang tidak berbasis profesionalisme. Jika keputusan bisnis BUMN terlalu dipengaruhi oleh kepentingan politik, hal ini dapat mengurangi kredibilitas perusahaan di mata investor dan menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, keseimbangan antara kontrol pemerintah dan independensi korporasi menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan Danantara.

Dengan pengelolaan aset yang terpusat, transparan, dan bebas dari intervensi politik yang berlebihan, Danantara dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi berkelanjutan. Fokusnya pada sektor strategis seperti infrastruktur, energi, dan ketahanan pangan diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi, mempercepat diversifikasi ekonomi, serta mengurangi ketergantungan Indonesia pada sektor-sektor tradisional. Jika dikelola dengan baik, Danantara berpotensi menjadi instrumen penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 melalui pengelolaan aset negara yang lebih efisien dan berorientasi jangka panjang.

Namun, jika pengawasannya tidak dilakukan dengan ketat, Danantara bisa menjadi alat sentralisasi kekuasaan yang lebih mengutamakan kepentingan pasar dibandingkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, penguatan regulasi, transparansi, dan mekanisme akuntabilitas menjadi hal yang sangat penting agar tujuan pembentukannya tetap selaras dengan kepentingan nasional. Keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada bagaimana keseimbangan antara aspek bisnis dan sosial dijaga, serta sejauh mana kepentingan rakyat tetap menjadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi nasional.

 

 

 

Related posts

FWJI Bangun Sinergi Dengan Bawaslu Sukseskan Pemilu 2024 Tanpa Berita Hoax

Redaksi

Tim Tabur Kejaksaan Agung Berhasil Meringkus Buronan Suteja Setiawan

Redaksi

Penasehat Hukum Yakin Majelis Hakim Bertindak Bijaksana Dalam Memutuskan Perkara Rian Dan Yanuar

Redaksi

Personil Polres Bogor dan Polsek Jajarannya Terus Melaksanakan Kegiatan Rutin Polisi RW

Redaksi

Polsek Cileungsi Polres Bogor Respon Cepat Aduan Masyarakat Terkait Aksi Tawuran

Redaksi

Warga Sampaikan Keluhan dan Masukan di Program Jum’at Curhat Polres Bogor

Redaksi

Leave a Comment