Kembali ke Betawi, Strategi PDIPerjuangan Menghadirkan Pramono Anung dan Rano Karno Untuk Jakarta
Oleh: Saskia Ubaidi, Pengelola Pustaka Aristoteles
Kita teringat pada “Si Doel Anak Sekolahan,” sinetron yang diproduksi tahun 1994 dan menjadi ikon televisi Indonesia, terutama dalam menggambarkan kehidupan masyarakat Betawi.
Rano Karno, sukses memerankan karakter utama Si Doel, sehingga membawa kisah ini ke hati jutaan pemirsa dengan menampilkan perjuangan seorang pemuda Betawi yang mencoba meraih pendidikan tinggi di tengah-tengah tradisi yang kuat.
Hari ini, Si Doel Anak Betawi alias Rano Karno resmi mendaftarkan diri sebagai calon Wakil Gubernur Jakarta. Dalam konteks pencalonan Rano Karno sebagai calon gubernur DKI Jakarta, bersama Pramono Anung, mari kita telaah masing-masing figur.
Rano Karno adalah sosok yang telah lama dikenal dalam dunia seni dan politik Indonesia. Sebagai aktor yang populer lewat perannya sebagai Si Doel dalam sinetron “Si Doel Anak Sekolahan,” Rano berhasil memikat hati masyarakat dengan menggambarkan kehidupan Betawi yang sederhana dan penuh nilai-nilai lokal. Kepopulerannya sebagai ikon budaya Betawi memberi Rano pijakan kuat di tengah masyarakat yang menghargai tradisi dan identitas lokal.
Rano Karno tidak hanya dikenal di dunia budaya & hiburan, tetapi juga memiliki jejak kuat dalam politik. Pengalamannya sebagai Wakil Gubernur dan Gubernur Banten memberinya pemahaman mendalam tentang administrasi publik dan kebutuhan masyarakat.
Setelah lama berkiprah di Banten, ia kini didaulat untuk “Kembali ke Betawi” alias Jakarta, sebuah langkah strategis yang efektif untuk menarik hati warga yang merindukan kepemimpinan yang dekat dengan rakyat dan menghargai identitas lokal.
Sebagai ikon budaya Betawi lewat perannya sebagai Si Doel, Rano Karno telah membawa pesan penting di tengah kemajuan Jakarta sebagai kota metropolitan, yaitu soal akar budaya dan nilai-nilai tradisional yang harus tetap dijaga.
Dalam kehidupan Si Doel Anak Betawi, Rano Karno berhasil mengkompreskan nilai-nilai kesederhanaan, kerja keras, dan kedekatan dengan masyarakat. Nilai-nilai ini diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang menghargai agama dan identitas budaya lokal.
Lantas bagaiman dengan Pramono Anung ? Pramono Anung, sebagai calon Gubernur, membawa pengalaman dan jaringan politik yang luas ke dalam arena kepemimpinan Jakarta.
Sebagai seorang politisi senior yang masih menjabat sebagai Sekretaris Negara, Pramono memiliki pemahaman mendalam tentang birokrasi dan dinamika pemerintahan di tingkat nasional. Kombinasi ini menjadikannya sebagai figur yang tidak hanya kuat dalam negosiasi dan mampu menjaga stabilitas politik, tetapi juga seseorang yang bisa mengintegrasikan kepentingan lokal dengan kebijakan nasional.
Dengan pengalamannya, Pramono menawarkan kepemimpinan yang kokoh dan teruji. Perannya yang strategis ini dapat memastikan bahwa kepemimpinan di Jakarta tidak hanya bertumpu pada warisan budaya, tetapi juga dikelola dengan keahlian politik dan administrasi yang solid.
Bagaimana dengan rencana Jakarta yang bukan menjadi IbuKota lagi ? Ya Ibu Kota akan segera berpindah ke Kalimantan Timur, seiring dengan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dimulai setelah UU IKN disahkan oleh DPR RI pada 18 Januari 2022. Nusantara, IKN baru, akan menjadi pusat pemerintahan Indonesia.
Namun, Jakarta tidak akan kehilangan sinarnya. Kota ini akan tetap menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat bagi Indonesia.
Justru dalam konteks ini, Jakarta membutuhkan kepemimpinan yang mampu menyeimbangkan modernitas dengan nilai-nilai tradisional. Duo Pramono Anung dan Rano Karno, diharapkan mampu memainkan peranan penting dalam menjaga identitas kota sambil mempersiapkannya untuk menjadi kota ekonomi baru tanpa meninggalkan akar budaya setempat.
Berbicara tentang kontestasi ini, tidak lepas dari kelincahan PDIPerjuangan. Partai Banteng kembali menunjukkan strategi politik yang cermat dengan membuat keputusan yang rumit dalam menentukan calon pemimpin untuk DKI Jakarta.
Dalam menghadapi kompleksitas dinamika politik di ibu kota, PDIPerjuangan memahami pentingnya memilih kandidat yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki integritas, kemampuan kepemimpinan, dan visi yang jelas untuk masa depan Jakarta.
Keputusan ini mencerminkan gerakan yang cermat dan penuh perhitungan, di mana PDIPerjuangan berusaha untuk tidak hanya memenangkan kontestasi politik, tetapi juga memastikan bahwa pemimpin yang diusung benar-benar mampu mengelola Jakarta dengan baik, menjaga keseimbangan antara modernitas dan nilai-nilai lokal yang melekat dalam kehidupan masyarakat ibu kota.
Dengan kehadiran Pramono Anung dan Rano Karno, serta kombinasi pengalaman yang mampuni, mereka mampu mengantisipasi kebutuhan dan aspirasi dua kelompok mayoritas pemilih di DKI Jakarta, yakni kalangan Muslim konservatif dan kalangan yang berorientasi pada modernitas, transparansi, dan keberagaman. Pemimpin yang dekat dengan akar budaya mereka namun tetap berorientasi pada modernisasi.