Wartadki.com|Jakarta, — Persidangan perkara gugatan hak asuh di Pengadilan Negeri Jakarta Utara kembali di gelar Rabu, (22/01/2025). Sidang pimpinan Ketua Majelis Hakim Yulia Sintesa didampingi hakim anggota Sorta Ria Neva dan Aloysius Priharnoto Batuaji. Agenda sidang kali ini adalah memeriksa saksi fakta, psikolog forensik Kasandra Putranto yang menangani GI yang dihadirkan oleh ayah GI selaku penggugat.
Dalam persidangan, Saksi bekerja di Casandra , apakah benar lembaga yang dimiliki saksi berbentuk perseroan ?. Bagaimana, bila ada anak di bawah umur di assessment bagaimana prosedur, saksi tidak bisa jawab. Sewaktu GI dibawa ke kantor SOP , waktu pertama 6 Januari 2021, GI didampingi ayahnya, dalam melakukan pemeriksaan tidak perlu ada persetujuan dari ibu,
Saksi Kassandra menerangkan bahwa pertama kali datang ke kliniknya pada usia 12,5 thn yaitu tgl 6 Jan 2021 , pada saat itu kondisi anak dalam keadaan baik baik saja. Namun setelah beberapa kali diajak konsultasi dari tahun 2021 sampai 2024 anak ini mulai muncul tanda-tanda kecemasan.
LS ibu dari anak berinisial GI membantah keras keterangan saksi Kasandra didalam persidangan, keterangan saksi Kasandra yang mengatakan telah melakukan kekerasan fisik terhadap putrinya , menurut LS adalah hal yang wajar menerapkan kedisiplinan dalam mengasuh putrinya .
Menurut LS, Kasandra yang mengatakan bahwa telah melakukan kekerasan fisik terhadap putrinya tanpa memberikan bukti visum. Sedangkan sebagai pendidik dan guru yang bersertifikasi, LS mengerti cara pengasuhan yang terbaik untuk anak anaknya sehingga pada waktu masa pengasuhan selam 15 tahun putrinya selalu berprestasi di sekolah dan dalam keadaan sehat dan ceria. Sedangkan setelah dirampas paksa oleh bapak yang tidak bisa mengasuh anak putrinya menurun prestasinya dan keadaannya sakit-sakitan sungguh sangat mengkhawatirkan.
“Saya tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada anak saya , tidak ada ibu didunia ini yang tidak sayang sama anaknya, terlebih masih dibawah umur, seluruh dunia anak dibawah umur milik ibu , ada apa anak saya di bawa ke psikolog forensik lalu di kasih obat penenang dosis tinggi Cipralex tanpa seijin pemegang hak asuh secara hukum negara yaitu ibunya. Dimana seorang bapak selama 15 tahun tidak pernah mengasuh anak sejak bayi tiba-tiba merampas anak saya secara paksa sewaktu masa pengasuhan , lalu bagaimana kesehatan dan apa prestasi anak saya itu selama diasuh dia ?? Buktikan, ” kata LS usai persidangan sambil menahan tangis .
Lebih lanjut, “Jika seorang dokter atau psikolog yang professional dan tidak malpraktek seharusnya tahu bahwa pasien ini dibawah umur waktu itu GI umur 13 tahun kenapa tidak minta ijin ibunya dulu sebelum treatment sebagai pemegang hak asuh? Apa bapak-bapak itu punya hak asuh sewaktu membawa anak saya ke klinik ,
Psikolog dan Psikiater yang professional harus bertanya dulu dan minta ijin kepada ibunya jika anak di bawah umur mau treatment dan mencekokin obat”an keras!
Saya keberatan anak saya diasuh dengan cara seperti binatang , penyekapan dan pencekokan obat keras ,apa jadinya masa depan anak ini , dimana tindakan hukum negara ini dalam melindungi HAM ?
Kenapa saya tidak punya akses dan hak assessment sama anak dgn alasan anak tidak mau , seharusnya ibu yang mengatur anaknya di bawah umur. Psikiater anak dari Fransiska Kaligis dan sewaktu saya bertanya mengenai rekam medis anak disembunyikan,” Tegas LS.
LS menambahkan, “Psikolog Forensik Kassandra Putranto mengaku sebagai saksi ahli tapi ternyata hanya dijadikan saksi fakta. Sewaktu penjelasannya dipertanyakan oleh hakim, apakah saudara melihat langsung dengan mata kepala sendiri kejadian yang sebenarnya? dia hanya menjawab tidak tahu karena keterangan yang diperolehnya di dapat dari pasien yang dalam keadaan didoktrin,” Pungkas LS.