Wartadki.com|Jakarta, — Terkait perkara dugaan pemalsuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di PT Agung Sedayu Group dengan terdakwa Andi Idris dan Syahroni Salim , Jaksa Penuntut Umum (JPU) Subhan Noor Hidayat mennghadirkan Saksi Novian dari Bank HSBC dan saksi Rety Herawaty, dari Bank Artha Graha, di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada hariĀ Selasa, (3/10/2023).
Dalam persidangan pimpinan Ketua Majelis Hakim Maryono , saksi Novian menerangkan terkait dengan pembukaan rekening atas nama Andi Idris , untuk rekening pribadi, dalam rekening tercatat ada transaksi sebesar Rp 1 miliar tanggal 7, 8, dan 9 Juni 2015 dengan nominal Rp 400 juta, Rp 300 juta, dan Rp 300 juta . Selain itu ada transaksi lagi pengirimnya atas nama Andi Idris, menggunakan mata uang rupiah, pernah mutasi pembelian surat berharga dengan mata uang rupiah , sementara mata uang asing pemindahan bukuan.
Saksi Rety dalam sidang mengatakaan rekening atas nama Andi Idris dibuka tahun 2015 sebagai rekening perorangan , setiap pemindah bukuan ke rekening perusahaan , selalu ada konfirmasi ke pemilik rekening, selain itu penanda tanganan rekening perusahaan oleh Syahroni Salim, rekening Andi Idris itu sendiri tercatat ada 5 rekening, setiap transaksi ada pemberitahuan melalui cek by phone .
Lebih lanjut saksi Novian menjelaskan, Sahroni Salim ada 4 rekening, 2 rekening mata uang asing, dan 2 rekening lagi mata uang rupiah. Untuk rekening rupiah ada transaksi pembelian , sementara rekening mata uang asing masih aktif, tercatat transaksi bsetor tunai dari rupiah, pembelian masuk ke rekening mata uang asing yaitu pondsterling sebesar 20 rb poundsterling , ada 2 X transaksi yang satu lagi saksi lupa , saat di BAP penyidik rekening Andi Idris masih aktif tapi sekarang saksi tidak tahu .
Sementara saksi Rety mengungkapkan di Bank Artha Graha semua rekening terdakwa merupakan rekening rupiah. Rek atas bama adi idris dari 5 rekening tersebut ada transaksi , senilai Rp 78 miliar dari dari perusahaan ke rekening Andi Idris, dari Andi ke Syahroni Salim, dari mutasi transit dan ada juga yang mengendap lama .
Transaksi senilai Rp 78 milyar itu masuk ke rekening Andi Idris . Dari enam PT diantaranya PT Cahaya Bintang , dengan cara ditransfe tercatat ada 173 transaksi dibagi ke masing masing Bank. Saksi juga menerangkan ada transaksi pemindah bukuan dengan cara , dipindah bukukan , seolah -olah penarikan tunai kemudian ada setor tunai dan dipindah bukukan ke Andi Idris dalam hal apa ambil tunai tapi seolah di pindah bukukan .
Hal itu bisa terjadi karena permohonan dari nasabah. Dari rekening perusahaan sampai bermilyar milyar , yang boleh menggunakan/mencairkan cek direktur atau orang yang dikuasakan.
“Siapa yang berhak menandatangangi spesimen dari tujuh orang diantaranya Syahroni Salim, Gunawan, Alexander Budiman, tidak bisa cek dicairkan tanpa tanda dua orang ?, ” tanya kuasa hukum .
Saksi menjawab , atas nama Sahroni ada kuasa satunya lagi , dari 7 orang ini Sahroni menandatangi cek dengan siapa lupa saksi tidak hafal siapa namanya tapi ada dua orang, baik cek maupun giro sama harus dua orang yang tanda tangan.
Menanggapi keterangan saksi tersebut terdakwa membantah menurut terdakwa itu tidak benar.
Dalam dakwaan JPU , dugaan Pidana yang dilakukan kedua terdakwa terjadi sekitar tahun 2015 hingga diketahui tahun 2022. Setelah dilakukan audit keuangan PT.Sedayu Group terdapat adanya kejanggalan kejanggalan transaksi pengeluaran uang perusahaan. Ternyata kejanggalan transaksi keuangan tersebut telah merugikan keuangan perusahaan mencapai Rp 78 miliar rupiah.
Dalam dakwaan JPU disebutkan, modus perbuatan yang dilakukan kedua terdakwa, yaitu dengan membuat invoice pengeluaran uang dengan perencanaan perencanaan seolah olah ada kegiatan perusahaan induk. Membuat laporan pengeluaran uang ke ketiga anak perusahaan PT. Sedayu Group diantaranya PT.Semesta, PT.Bahana, dimana seolah olah ada kegiatan di PT. Sedayu Group. Dengan memalsukan tanda tangan Komisaris sehingga uang bisa dicairkan dari Bank.
Setelah uang cair melalui Bank Artha Graha ke atas nama rekening Andi di Idris, lalu mentransfer uang hasil kejahatan tersebut sebesar Rp 28 miliar rupiah ke rekening Bank terdakwa Syahroni Salim.
Kemudian uang hasil kejahatan tersebut oleh kedua terdakwa digunakan untuk membeli rumah, sebagian disimpan di Bank, dibelikan Emas batangan, membeli Ruko serta untuk kepentingan pribadi lainnya.
Dalam persidangan dihadapan majelis hakim, melalui penasehat hukum kedua terdakwa mengaku telah mengembalikan sebagian hasil kejahatannya ke perusahaan korban sebagaimana bukti yang ditunjukkan ke majelis hakim pimpinan Maryono.