Warta DKI
Daerah

Pembangunan Politik di Papua Harus Mengedepankan Nasionalime dan Kebangsaan

Ketua Bamus Papua dan Papua Barat Willem Frans Ansanay menegaskan bahwa Papua wilayah sah Republik Indonesia dan diakui oleh PBB. Kata dia, orang asli Papua memegang teguh bahwa kalimat bangsa ini tidak akan dibangun oleh bangsa lain, tapi dibangun oleh bangsa sendiri.
“Dalam membangun nasionalisme ada peninggalan masa lalu yang dipegang orang asli Papua yaitu bangsa ini tidak akan dibangun oleh bangsa lain, tapi dibangun oleh bangsa sendiri,” katanya. Papua harus dibangun dengan rasa nasionalisme untuk mengkikis pemikiran -pemikiran bahwa Papua telah merdeka. “Papua harus dibangun melalui jiwa nasionalisme,” katanya.
Sementara itu, Pemerhati Papua dan Pakar Politik Internasional Prof. Imron Cotan bahwa Papua bagian dari NKRI. Pernyataan tersebut tanggapan atas adanya sekolompok warga Papua memperingati sebagai Hari Proklamasi West Papua.
Menurutnya, perubahan perbatasan Negara disebabkan beberapa hal diantaranya: Dekolonisasi, perang perbatasan, damai.
“Sementara, yang di Papua itu mereka merasa Dekolonisasi. Dari tiga hal itu, tidak bisa disamakan dengan Papua. Sebab, Papua itu adalah bagian dari NKRI,”ujarnya seusai menjadi Narasumber Webinar Moya Discussions Grup bertajuk: “Ilusi 1 Desember”.
Menurutnya, saat ini sedikitnya ada 17 wilayah non self governing terytoris (wilayah yang belum punya pemerintah merdeka). Diantaranya: Samoa, Bermuda Islan, Virgin, Polinesia, Guam, New Caledonia, Virgin Island Foxland (malvinas di Argentina) dan lainnya. Menurutnya, mereka membawa permasalahannya untuk dibicarakan di Komite Dekolonisasi PBB. “Papua karena bagian integral NKRI, bukan ditetapkan wilayah yang bukan tidak punya Pemerintah yang merdeka,”terangnya.
Dirinya menambahkan, Negara yang merdeka berdasarkan konvensi Montevideo memiliki beberapa syarat. Diantaranya: populasi permanen, Pemerintah, kemampuan membangun hubungan dengan Negara lain dan pengakuan dari Negara lain. Bahkan, lanjutnya, Daerah tidak boleh melakukan kegiatan seperti: pertahanan, agama, pajak dan hubungan Luar Negeri.
“Berdasarkan Konvensi Internasional OPM sebagai pemberontak atau sparatis. Sebab, Papua adalah bagian dari Indonesia. Di Negara lain, sparatis ditumpas habis seperti ETA di Spanyol dan lainnya. Sparatis tidak ada kompromi harus ditumpas habis dan memang ditangani secara militer. Tidak ada urusan HAM, dan dunia memahaminya. Di Indonesia, masih menggunakan pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan. Berhentilah ilusi Papua pernah merdeka atau akan merdeka. Mari bangun dari mimpi indah, yaitu dengan membangun Papua yang kita cintai sejajar dengan Propinsi lain,”paparnya.
Moya Institute dan WAG Unity in Diversity (UiD) menggelar Moya Discussions Grup bertajuk: Ilusi 1 Desember. Dengan Narasumber: Dubes Prof. Imron Cotan (Pemerhati Papua dan Pakar Politik Internasional), Willem Frans Ansanay (Ketua Bamus Papua dan Papua Barat), Ali Kabiay (Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua) dan Moderator: Hery Sucipto (Dir Moya Institute/LHKI-PP Muhammadiyah).

Related posts

Wakapolresta Barelang AKBP Pol Junoto Dampingi Kapolda Kepri Tinjau Vaksinasi Booster 

Redaksi

Polsek Belakang Padang Gencar Lakukan OPS Yustisi Penertiban Protokol Kesehatan

Redaksi Wartadki

Sambut Hari Maritim Nasional, SPMT Grup Perkuat Ekosistem Pesisir Kalteng dengan 30.000 Bibit Mangrove

Redaksi

Pangdam I/BB Kirim 22 Atlet Ikuti Open Tournament Pencak Silat Piala Kasad I 2023

Redaksi

DPR RI Komisi II Bersama TIM GJL Tinjau Pembangunan Ibu Kota IKN di Penajam, Kaltim

Redaksi

Tim Cyber Crawling Bea Cukai Batam Amankan 765 Gram Ganja, Diselundupkan dalam Kaleng Makanan

Redaksi

Leave a Comment