Memasuki usia 50 tahun ke atas, banyak orang mulai merasakan perubahan tubuh yang kerap dianggap sepele, pencernaan melambat, perut lebih sensitif, mudah terasa panas atau kembung, serta buang air besar yang tidak lagi teratur. Makanan yang dahulu terasa “aman” kini bisa memicu rasa tidak nyaman. Dalam konteks inilah, chia seed, biji kecil asal Amerika Tengah, sering terasa “ajaib” bagi sebagian orang.
Sensasi ini bukan sekadar sugesti atau tren superfood. Ada penjelasan biologis yang masuk akal mengapa chia seed terasa bekerja lebih nyata pada usia 50+.
Seiring bertambahnya usia, gerak peristaltik usus memang cenderung melambat. Chia seed mengandung kombinasi serat larut dan tidak larut yang seimbang. Ketika direndam, biji chia membentuk gel alami yang membantu melapisi saluran cerna dan mendorong gerakan usus secara lembut. Efeknya bukan memaksa, melainkan membantu mengembalikan ritme alami pencernaan. Tak heran bila banyak orang merasakan perut lebih ringan dan buang air besar lebih teratur.
Selain serat, chia seed juga kaya magnesium, mineral penting bagi relaksasi otot dan sistem saraf. Pada usia lanjut, ketegangan saraf akibat stres, kurang tidur, atau perubahan hormonal kerap memengaruhi kerja lambung dan usus. Magnesium membantu merilekskan otot polos saluran cerna, sehingga mengurangi sensasi panas, begah, atau penuh di perut. Efek ini pula yang membuat chia sering dikaitkan dengan tubuh yang terasa lebih “adem” dan kualitas tidur yang lebih baik.
Aspek lain yang relevan bagi usia 50+ adalah sensitivitas terhadap gula darah. Banyak orang bukan penderita diabetes, namun menjadi lebih peka terhadap lonjakan gula. Konsumsi gula tersembunyi dapat memicu rasa lelah, kantuk, atau tidak nyaman di perut. Serat larut dalam chia seed memperlambat penyerapan glukosa, sehingga energi dilepaskan lebih stabil dan bertahap.
Chia seed juga mengandung omega-3 nabati (ALA) yang bersifat anti-inflamasi. Pada usia lanjut, inflamasi ringan kronis sering terjadi tanpa disadari dan dapat memengaruhi pencernaan, sendi, hingga kondisi kulit. Asupan omega-3 membantu meredam peradangan tingkat rendah ini dan menjaga keseimbangan tubuh dari dalam.
Penting untuk dipahami, chia seed bukan obat dan bukan solusi instan. Ia terasa “ajaib” karena menjawab kebutuhan biologis tubuh usia 50+ secara tepat: serat yang lembut, nutrisi padat, rendah gula, dan relatif mudah dicerna. Manfaatnya sangat bergantung pada cara konsumsi yang benar dan proporsional.
Chia seed sebaiknya selalu direndam terlebih dahulu, minimal empat jam atau semalaman hingga mengembang sempurna. Gunakan cairan tanpa gula tambahan, seperti air putih atau susu nabati tanpa gula. Takaran ideal berkisar satu sendok teh hingga satu sendok makan per hari. Chia paling aman dikonsumsi sebagai makanan selingan atau penutup setelah makan utama, bukan saat perut benar-benar kosong. Karena sifatnya menyerap cairan, kecukupan air putih juga perlu diperhatikan.
Di tengah maraknya tren suplemen dan klaim kesehatan instan, chia seed mengingatkan kita bahwa solusi sering kali datang dari makanan sederhana yang bekerja selaras dengan tubuh. Bagi usia 50 tahun ke atas, chia seed bukan terasa “ajaib” karena keajaiban semu, melainkan karena ia hadir tepat saat kebutuhan tubuh sedang berubah. (LaSasqi)
