Wartadki.com|Jakarta, — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara melalui majelis Hakim pimpinan I Made diminta bebaskan terdakwa Alex Albert (Alex Bonpis) hal itu dikatakan tim kuasa hukum terdakwa Meivri Degriano, Nirahua, Yustin Tuny, Roberth Tutuarima, dan Elia Ronny Sianressy, didalam nota pembelaanya, Kamis (11/10/2023).
Menurut kuasa hukum, terdapat kebohongan JPU dalam mengungkap fakta persidangan hal itu dapat dilihat melalui keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang disebutkan dalam tuntutannya.
Bahwa selama proses persidangan terdakwa dengan agenda pemeriksaan saksi, JPU tidak pernah menghadirkan saksi atas nama Linda Pujiastuti alias Anita untuk memberikan keterangan dalam persidangan, begitu juga Kasranto.
Ironisnya JPU dalam mengungkapkan fakta persidangan menjelaskan secara terang menderang dalam Tuntutannya kalau Linda Pujiastuti meberikan keterangan dalam persidangan terdakwa.
Oleh karena itu, perkenankan Kami selaku Kuasa Hukum terdakwa bertanya pada hari apa, jam berapa, tanggal berapa, bulan berapa Linda memberikan keterangan dihadapan Persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Lebih lanjut, Fakta yang terungkap dalam persidangan dicatat oleh Penitera persidangan, kami kuasa hukum terdakwa dan didengar oleh pengunjung sidang, namun dengan gempangnya JPU berbohong dan memutar balikan fakta persidangan dan merangkaikan kalimat yang sempurna.
Hal tersebut membuktikan JPU sementara hancurnya hukum dan menjatuhkan martabat dunia peradilan dimata masyarakat pencari keadilan. Hal ini penting Kami sampaikan agar supaya kita semua yang berproses maupun semua orang yang hadir pada persidangan persidangan perkara a quo tidak terjebak dengan narasi buruk Sdr JPU tersebut.
Kemudian, fakta persidangan kurang lebih pada awal bulan September Janto Situmorang menghubungi terdakwa, dan menanyakan keberadan terdakwa, terdakwa mengatakan kalau terdakwa sementara berada di Ambon untuk mengurus pendidikan anknya.
Saksi Janto baru pertama kali meminta tolong terdakwa untuk mencari lawan untuk membeli sabu-sabu namuan saat Terdakwa tidak memberikan kepastian kepada Janto atas permintaannya itu, ironisnya dalam kajian fakta persidangan, JPU seakan-akan beralibi jika terdakwa telah bersepakat dengan Janto untuk mencari lawan/membeli dan terkesan terdakwa yang selalu menghubungi atau mengejar-ngejar Janto.
Bahwa fakta persidangan tidak pernah menyebutkan selama terdakwa di Ambon terdakwa menghubungi Rendi untuk membeli sabu 1 Kg dengan harga 500 juta tetapi pada saat dihubungi oleh Janto Situmorang terdakwa mengatakan kalau saat ini Terdakwa sementara berada di Ambon. Urain fakta persidangan oleh JPU tersebut adalah cara yang tidak elegan..
Selanjutnya , kurang lebih tanggal 20 September 2022 Janto Situmorang kembali menghubungi terdakwa dan terdakwa mengatakan terdakwa sudah di Kampung Bahari Tanjung Priok Jakarta Utara, selenjutnya Janto Situmorang mengatakan ingin bertemu dengan terdakwa dan terdakwa bersedia bertemu dengan Janto Situmorang di Kampung Bahari. Dan pada saat bersamaan datanglah Rendi bertemu dengan dan menanyakan bahwa ”om saya mendaptkan informasi kalau pak Janto ingin menjual sabu-sabu dan Terdakwa menjawab kalu kamu tau darimana? Dan rendi menjawab jika mendaptakn informasi” selanjutnya saksi Janto Situmorang datang ke Kampung Bahari dan langsung bertemu dengan terdakwa dan Rendi. Namun untuk masalah negosiasi dan transaksi narkotika tersbut dilakukan oleh Janto dan Rendi.
Bahwa persedian sabu 1 Kg oleh Janto Situmorang tidak diketahui samasekali oleh terdakwa begitu juga persedian uang 500 juta oleh Rendi tidak diketahui oleh terdakwa. Benar tidaknya sabu 1 Kg Terdakwa tidak tau, begitu juang uang 500 juta Terdakwa tidak tau menau karena yang melakukan transaksi hanyalah mereka berdua.
Bahwa urain fakta persidangan yang disampaikan oleh JPU benar-benar tidak sempurnah dan terkesan JPU berupaya untuk menghukum terdakwa tanpa didasarkan pada fakta persidangan yang benar-benar terjadi.
“Bahwa dari uarain yang Kami sebutkan diatas didasarkan pada fakta persidangan berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa ternyata tidak ditemukan alasan hukum untuk Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa 16 Tahun dan denda 2 miliar. tuntutan 16 tahun dan denda 2 Miliar hanyalah asumsi dari JPU yang tidak didasarkan pada fakta hukum, kalau memang perbuatan terdakwa setelah diuji dipersidangan melanggar pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2009 maka patut Terdakwa di hukuman 16 tahun dan denda 2 Miliar harus diterima oleh Terdakwa. Namuan karena Tuntutan 16 tahun dan denda 2 Miliar tidak didasarkan pada fakta hukum yang terungkap dipersidangan maka patut dan beralasan hukum jika Yang Mulia Menjelis Hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa tidak bersalah dan harus dibebaskan dari seluruh Dakwaan dan Tuntutan JPU”. Jelas kuasa hukum terdakw.
Berdasarkan urain yang Kami sebutkan dalam Pembelan Kami guna kepentingan hukum Terdakwa dengan melihat dan mempelajari fakta persidangan dan mencocokan keterangan saksi-saks antara satu dengan yang lain, keterangan terdakwa serta barang bukti, oleh karena itu kami berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa semoga yang Mulia Majelis Hakim diberikan Mahkota Hukum dalam mengadili dan memutuskan perkara a quo. Maka kami selaku kuasa Hukum memohon Kepada Yang Mulia Mejelis Hakim Yang Mengadili Perkara Atas Nama Terdakwa Alex Albert untuk menjatuhkan putusan dengan amarnya sebagai berikut :
Menolak dengan tegas seluruh Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum menyatakan terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP (Dakwaan Pertama) membebaskan terdakwa Alex Albert dari segala Dakwaan dan Tuntutan Hukum (vrijspraak) Memerintahkan agar Terdakwa Alex Albert segera dibebaskan dari tahanan sebagaimana ketentuan Pasal 192 ayat (1) KUHAP memulihkan hak terdakwa Alex Albert dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya. (DW)