Wartadki.com|Jakarta, — Sidang perkara dugaan Penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melibatkan Syahroni Salim dan Andi Idris, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sampai pada agenda pembelaan (pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam persidangan pimpinan Ketua Majelis Hakim Maryono , kuasa hukum kedua terdakwa mengatakan tuntutan JPU terlalu tinggi dan tidak adil sehingga telah mencederai rasa keadilan.
“Jaksa Penuntut Umum, yang menuntut kedua terdakwa masing masing selama 12 tahun penjara tersebut, dinilai berlebihan tidak memiliki hati nurani dan JPU bukan lagi memberikan tuntutan berdasarkan hukum, tapi berdasarkan emosional semata.Jika dibandingkan dengan tuntutan terhadap koruptor yang nyata nyata telah merugikan keuangan negara, maka tidak relevan apabila JPU menuntut terdakwa kasus penggelapan selama 12 tahun penjara”. Hal itu disampaikan Penasehat Hukum kedua terdakwa dalam nota pembelaannya, pada Kamis ( 2/11/2023).
Slebelumnya dalam tuntutan JPU menyebutkan, kedua terdakwa berbelit belit menyampaikan keterangan dalam persidangan dan perbuatan terdakwa telah merugikan korban sebesar 78 miliar rupiah. Kedua terdakwa terbukti melakukan Penggelapan dan Pencucian uang. JPU menilai terdakwa mempersulit jalannya persidangan berbelit belit memberikan keterangan.
Namun tuntutan JPU dibantah kebenarannya oleh kedua terdakwa dan Penasehat Hukumnya. Terdakwa mengaku belum pernah terhukum, selama persidangan selalu hadir memenuhi panggilan sidang sehingga tidak benar jika JPU menyatakan terdakwa berbelit belit dan mempersulit jalannya persidangan.
Pihak terdakwa menilai, JPU tidak mempertimbangkan dalam tuntutannya bahwa uang kerugian korban PT.Agung Sedayu Group yang didakwa digelapkan terdakwa telah dikembalikan hampir seluruhnya sesuai bukti pengembalian aset pribadi kedua terdakwa. Yang mana aset tersebut berupa tanah dan bangunan rumah, uang dari rekening sejumlah Bank, perhiasan dan barang lainnya.
Lebih lanjut terdakwa dan Penasehat hukumnya menyampaikan, bahwa kerugian korban yang didakwakan JPU sebanyak 78 miliar rupiah, hal itu tidak benar. Sebab sesuai bukti pengambilan uang kerugian korban hanya Rp 69 miliar, dan itu sudah dikembalikan hampir seluruhnya kepada perusahaan anak perusahaan Agung Sedayu Group dengan aset dan uang yang disita.
Sesuai bukti yang disampaikan terdakwa Syahroni Salim dalam persidangan terdakwa sudah mengembalikan berupa nilai aset sebesar lebih kurang Rp 60 miliar rupiah. Sementara terdakwa Andi Idris telah mengembalikan sebesar sebesar nilai aset kurang lebih Rp 11 miliar rupiah. Oleh karena itu dimana bentuk kerugian pelapor dalam masalah ini, akan tetapi JPU tidak memasukkannya pengembalian uang tersebut dalam tuntutannya, ungkap terdakwa dan penasehat hukumnya.
Sementara dalam nota pembelaan penasehat hukum dan terdakwa Andi Idris sendiri, mengaku bahwa dirinya saat ini sedang dalam pengasingan karena menderita penyakit yang belum ada obat penyembuhnya. Sesuai surat dokter terdakwa dinyatakan mengidap penyakit HIV.
Terdakwa dengan sejujurnya mengakui perbuatannya tidak ada yang ditutup-tutupi untuk menghilangkan hasil kejahatan seperti yang disampaikan JPU. Oleh karena itu, majelis hakim pimpinan Maryono, agar sudi kiranya meringankan hukuman dari tuntutan JPU.
Terdakwa dan Penasehat hukumnya memohon supaya majelis hakim memberikan hukuman yang adil dan seringan ringannya karena penderitaan yang dialaminya.
Terdakwa Andi Idris mengaku, “di dalam tahananpun dirinya terasingkan sebab ditempatkan di ruangan khusus sendirian sehingga tidak bisa beraktifitas atau bergabung dengan tahanan lainnya melakukan aktivitas kerohanian yang disediakan dalam tahanan,” ungkapnya.
Demikian juga disampaikan terdakwa Syahroni Salim, dalam nota pembelaanya memohon kepada majelis hakim supaya memberikan hukuman yang adil dan tidak mencederai rasa keadilan. Sebab uang korban telah dikembalikan hampir seluruhnya, sesuai bukti pengembalian.
Bahkan ada tanah dan bangunan yang disita, pada hal rumah tersebut dibeli sebelum kejadian ini terjadi. Penasehat hukum Syahroni Salim menyampaikan bahkan ada kelebihan nilai hasil aset yang dikembalikan terdakwa ke perusahaan korban sebesar 1,5 miliar rupiah. Oleh karena itu majelis hakim diharapkan dapat mempertimbangkan aset yang tidak masuk dalam perkara ini untuk dikembalikan kepada terdakwa.