Wartadki.com|Jakarta, — Gelombang kontroversi menyikapi 100 hari pertama masa jabatan kedua Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Sejumlah kebijakan ekstrem yang diambil Gedung Putih memicu gejolak global, termasuk di Indonesia.
Dari pengenaan tarif impor 34% untuk produk asal Tiongkok dan 20% dari Uni Eropa, hingga pembatalan keikutsertaan Amerika dalam Perjanjian Iklim Paris, kebijakan Trump dikecam banyak pihak karena berpotensi memicu inflasi, pelemahan kerja sama internasional, dan pembatasan hak-hak sipil.
Tidak hanya berdampak di AS dan Eropa, Indonesia turut merasakan imbasnya. Kementerian Perdagangan RI menyebut ekspor produk manufaktur, seperti tekstil dan alas kaki ke pasar AS, mulai menunjukkan penurunan permintaan sejak pengumuman tarif baru. “Kita perlu mengalihkan pasar dan memperkuat daya saing produk dalam negeri,” ujar Direktur Pengembangan Ekspor Nasional, Iqbal Rachman.
Di sisi lain, keluarnya AS dari Perjanjian Iklim Paris mempersulit upaya Indonesia dalam memperoleh pembiayaan transisi energi bersih. Proyek-proyek di Jakarta, seperti pengembangan PLTS Atap di sekolah-sekolah dan transportasi ramah lingkungan, dikhawatirkan terdampak oleh penurunan komitmen donor internasional.
Sementara di berbagai kota besar AS dan Eropa, protes terhadap kebijakan Trump terus berlangsung. Di Washington D.C., ribuan warga turun ke jalan menuntut pembatalan kebijakan yang dianggap regresif, seperti penghapusan program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) serta pembatasan hak transgender.
Para pengamat menilai, kebijakan Trump menandai kembalinya politik proteksionis dan konservatif di panggung global. Indonesia sebagai mitra dagang dan bagian dari komunitas global perlu bersikap waspada serta memperkuat posisi diplomasi ekonomi dan lingkungan. ( La Sasqi )