Wartadki.com | Indian National Bar Association (IBA) adalah asosiasi pengacara sukarela terbesar di New Delhi, India. Asosiasi pengacara ini bukanlah asosiasi pengacara yang mencari keuntungan semata, namun juga membantu masyarakat India untuk mencari keadilan.
IBA didirikan pada tahun 2013 oleh Mr. Kaviraj Singh. Beliau sekarang menjabat sebagai sekjen IBA dan Managing Partner untuk Trustman Legal Services Limited. Beliau juga telah meluncurkan sebuah buku yang berjudul “Law and Herâ€, dimana buku tersebut telah menjadi buku paling banyak dibaca dalam kategori hukum untuk perempuan di India.
Pada tanggal 25 Mei 2021, IBA melayangkan somasi terhadap Dr. Soumya Swaminathan, Chief Scientist di WHO (World Health Organization) atas dugaan telah memberikan informasi salah mengenai Ivermectin, dan telah menyesatkan masyarakat negara India. Bahkan tweet tersebut telah membuat salah satu state di India melarang penggunaan Ivermectin.
Dengan demikian, penggugat menyatakan bahwa Dr. Soumya Swaminathan dengan sengaja menyembunyikan data-data dari FLCCC Alliance (Front Line Covid-19 Critical Care Alliance) dan BIRD Panel (British Ivermectin Recommendation Development Panel) mengenai keampuhan dan efektifitas Ivermectin dalam mengatasi pandemic Covid-19, sehingga menghalangi kesembuhan masayarakat India terhadap wabah ini.
Tweet dari Dr. Soumya pada tanggal 10 Mei 2021 tentang Ivermectin menyebabkan Negara bagian Tamil Nadu melakukan penarikan penggunaan Ivermectin pada tanggal 11 Mei 2021, padahal Pemerintahan Tamil Nadu sehari sebelumnya telah mengumumkan bahwa Ivermectin adalah salah satu obat yang digunakan untuk penanganan Covid-19.
Anehnya, saat setelah IBA melakukan somasi terhadap Dr. Soumya, tweet tersebut telah dihapus. Menurut IBA, hal demikian cukup memberikan konfirmasi bahwa ada hal yang tidak beres dengan pernyataan tweet tersebut. IBA melanjutkan bahwa ini juga menjadi indikasi ketidakjujuran WHO dalam penanganan Covid-19, dan Dr. Soumya telah membuktikan niat jahatnya dengan menghapus tweet tersebut.
Saat ini, India telah menyebarluaskan informasi mengenai Ivermectin, sehingga masyarakat India telah menggunakan Ivermectin, dan dilaporkan bahwa kasus Covid di India menurun drastis sejak pemakaian Ivermectin dilakukan, terutama di Negara bagian Goa, Utter Pradesh, Uttarkhand, dan Karnataka.
Diketahui dari Indian media, pemberitahuan ini berdasaarkan dari penelitian dan uji klinis dari FLCCC Alliance dan BIRD Panel, yang telah menyajikan banyak data mengenai kekuatan Ivermectin dalam menangani Covid-19, baik dalam pencegahan dan pengobatan.
ICMR atau Indian Council for Medical Research dan AIIMS atau All India Institute of Medical Science di Delhi telah menolak sikap dari Dr. Soumya dan tetap mempertahankan rekomendasi Ivermectin dibawah kategori “May Do†untuk setiap pasien Covid-19 dengan gejala ringan yang sedang menjalankan isolasi mandiri dirumah, seperti yang telah dinyatakan dalam “Pedoman nasional untuk Manajemen Covid-19†telah diperbarui pada tanggal 17 Mei 2021.
Untuk mengehentikan tindakan Dr. Soumya dan WHO yang berpotensi besar untuk dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada warga negara India, IBA telah mengambil tindakan hukum, dan terus memproses lanjut gugatan pada Dr. Soumya.
Bahkan TrialSiteNews yang telah lama mengikuti perkembangan Ivermectin melawan Covid19 di dunia, menyatakan klaim memiliki bukti bahwa WHO menekan dan menutupi informasi dan data mengenai keampuhan Ivermectin, terutama di Utter Pradesh.
Perlu diingat bahwa informasi awal penelitian in-vitro Ivermectin dilansir oleh Monash University di Australia pada tanggal 3 April 2020. Kemudian seperti dilansir The Daily Star, bahwa pada tanggal 15 April 2020, Dr. Tarek Alam di Bangladesh telah melakukan uji in-vivo dengan hasil yang menggembirakan.
Hasil temuan Dr. Tarek Alam dipublikasikan di bulan Juli 2020 oleh BCPS (Bangladeh College of Physicians and Surgeons). Bahkan Dr. Satoshi Omura, penemu Ivermectin, telah menghubungi Dr. Tarek Alam, juga peneliti dari Tanzania, Afrika Selatan, Australia, India, Mexico, dan bahkan oleh Kantor Regional Asia Tenggara WHO.
Dengan demikian, adalah tidak mungkin bahwa WHO tidak mengetahui mengenai Ivermectin, dan keampuhannya melawan Covid-19. Apalagi Ivermectin telah lama masuk dalam daftar obat Essential Medicines WHO. Bahkan pada tanggal 10 Februari 2011, NIH (National Institute of Health) menyebut Ivermectin sebagai “Wonder Drug†yang aman digunakan manusia, sejajar dengan Penicillin dan Aspirin.
Lalu mengapa WHO masih tidak mau mengakui keampuhan Ivermectin? Mengapa mereka menekan dan menutupi informasi penting ini, disaat pandemi telah begitu banyak menelan korban jiwa? Agenda apa yang sebenarnya sedang dilakukan?
BPOM di Indonesia telah memberikan EUA (Emergency Use Authorization)
Di Indonesia sendiri, pada tanggal 8 Mei 2020, Dr. Sidhartha Salim, melalui Kompasiana telah menyatakan bahwa Ivermectin sebagai obat cacing terbukti untuk menekan angka kematian terhadap Covid-19 dengan hasil yang menggembirakan.
Bahkan per September 2020, Rumah Sakit BUMN telah memasukkan Ivermectin dalam daftar obat untuk melawan Covid-19. Beruntunglah bahwa saat ini BPOM di Indonesia telah memberikan EUA (Emergency Use Authorization) terhadap Ivermectin sebagai obat melawan Covid-19.
Saat ini Indonesia sedang memasuki gelombang ketiga kasus positif Covid-19, paska lebaran 2021. Alangkah baiknya jika seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses Ivermectin agar dapat terhindar dari wabah ini. Mari kita dukung pemerintah Indonesia dalam melaksanakan vaksinasi, menjaga prokes, dan menggunakan Ivermectin untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini. Demi kebaikan Indonesia. Â (Rufa)