Wartadki,com|Bogor – Wali Kota Bogor memantau pelaksanaan swab test massal di Stasiun Bogor, Selasa (7/7/2020). Pengambilan spesimen yang dilakukan sore hari tersebut untuk menyasar penumpang KRL yang baru saja pulang beraktivitas dari Jakarta.
Sekitar 20 petugas Dinas Kesehatan Kota Bogor tampak mengajak penumpang yang baru saja turun dari KRL untuk melakukan tes swab yang disediakan secara gratis oleh Pemkot Bogor. Petugas mengambil sampel secara acak dan menyiapkan 200 alat swab.
“Stasiun ini jadi perhatian utama Pemerintah Kota Bogor saat ini. Dalam keadaan normal (sebelum pandemi), penumpang KRL (dari Bogor) bisa 20.000 – 22.000 orang. Kemarin sudah di angka 17.000, artinya mendekati normal. Karena itu harus ada atensi khusus di sini. Kalau tidak, ini bisa menjadi klaster penularan Covid-19, berbahaya sekali,†ungkap Bima.
Ia menambahkan, sebagian besar penyumbang angka penyebaran kasus positif di Kota Bogor merupakan kasus dari luar kota atau tertularnya bukan di Bogor. “Apa yang kita lakukan? Semuanya kita lakukan di sini, yang pertama pengaturan sistem antrean bekerjasama dengan KCI dan PT KAI. Ini sudah cukup tertib,†terangnya.
Yang kedua, lanjut Bima, pihaknya terus mengupayakan armada bus karena bagaimanapun kepadatan ini tetap harus diurai. “Saya berkomunikasi terus dengan Pemerintah Jakarta bagaimana caranya agar bus ini bertambah. Karena paling tidak sampai akhir tahun, beberapa bulan ke depan ini kita perlu bantuan armada bus ini,†katanya.
“Saya tadi pagi juga sudah berkomunikasi lagi dengan Pak Gubernur Jakarta, Insya Allah ada jalan sehingga armada bus menjadi opsi juga disini. Ketiga, kita masih meminta agar sistem shift kerja ini juga dievaluasi total. Menurut informasi di Jakarta, shiftnya sudah berlaku tetapi penumpang yang berangkatnya masih tetap beririsan pagi-pagi. Jadi, mungkin shift kerjanya harus diatur rentangnya jadi agak jauh, tidak berdekatan,†tambahnya.
Yang terakhir, kata dia, adalah strategi dengan menggencarkan swab massal untuk mengetahui tingkat kerentanan di atas KRL. “Mudah-mudahan low risk di sini. Artinya, (penumpang) sudah sadar semua dengan protokol kesehatan. Tapi kalau tidak, harus ada treatment lain. Mengapa kita menggencarkan swab, salah satu opsinya adalah ketika bus tidak muat, shift kerja juga tidak maksimal maka akan ditambah kapasitas di dalam gerbong,†ujar Bima.
“Saat ini, dalam gerbong dibatasi 35 penumpang. Nah, kalau ditambah 50 persen atau lebih nanti akan bersebelahan. Aman atau tidak bersebelahan? Kita lihatlah potensi penularannya seperti apa lewat tes swab ini,†pungkasnya.
Pemkot Bogor saat ini sudah melakukan sekitar 4.000 tes swab. Dalam beberapa bulan ke depan, Pemkot Bogor menargetkan bisa mencapai 8.000-9.000 swab test. Dalam kesempatan tersebut dilakukan 200 tes swab bagi penumpang KRL dan hasilnya bisa diketahui 3-4 hari ke depan.
“Stasiun ini jadi perhatian utama Pemerintah Kota Bogor saat ini. Dalam keadaan normal (sebelum pandemi), penumpang KRL (dari Bogor) bisa 20.000 – 22.000 orang. Kemarin sudah di angka 17.000, artinya mendekati normal. Karena itu harus ada atensi khusus di sini. Kalau tidak, ini bisa menjadi klaster penularan Covid-19, berbahaya sekali,†ungkap Bima.
Ia menambahkan, sebagian besar penyumbang angka penyebaran kasus positif di Kota Bogor merupakan kasus dari luar kota atau tertularnya bukan di Bogor. “Apa yang kita lakukan? Semuanya kita lakukan di sini, yang pertama pengaturan sistem antrean bekerjasama dengan KCI dan PT KAI. Ini sudah cukup tertib,†terangnya.
Yang kedua, lanjut Bima, pihaknya terus mengupayakan armada bus karena bagaimanapun kepadatan ini tetap harus diurai. “Saya berkomunikasi terus dengan Pemerintah Jakarta bagaimana caranya agar bus ini bertambah. Karena paling tidak sampai akhir tahun, beberapa bulan ke depan ini kita perlu bantuan armada bus ini,†katanya.
“Saya tadi pagi juga sudah berkomunikasi lagi dengan Pak Gubernur Jakarta, Insya Allah ada jalan sehingga armada bus menjadi opsi juga disini. Ketiga, kita masih meminta agar sistem shift kerja ini juga dievaluasi total. Menurut informasi di Jakarta, shiftnya sudah berlaku tetapi penumpang yang berangkatnya masih tetap beririsan pagi-pagi. Jadi, mungkin shift kerjanya harus diatur rentangnya jadi agak jauh, tidak berdekatan,†tambahnya.
Yang terakhir, kata dia, adalah strategi dengan menggencarkan swab massal untuk mengetahui tingkat kerentanan di atas KRL. “Mudah-mudahan low risk di sini. Artinya, (penumpang) sudah sadar semua dengan protokol kesehatan. Tapi kalau tidak, harus ada treatment lain. Mengapa kita menggencarkan swab, salah satu opsinya adalah ketika bus tidak muat, shift kerja juga tidak maksimal maka akan ditambah kapasitas di dalam gerbong,†ujar Bima.
“Saat ini, dalam gerbong dibatasi 35 penumpang. Nah, kalau ditambah 50 persen atau lebih nanti akan bersebelahan. Aman atau tidak bersebelahan? Kita lihatlah potensi penularannya seperti apa lewat tes swab ini,†pungkasnya.
Pemkot Bogor saat ini sudah melakukan sekitar 4.000 tes swab. Dalam beberapa bulan ke depan, Pemkot Bogor menargetkan bisa mencapai 8.000-9.000 swab test. Dalam kesempatan tersebut dilakukan 200 tes swab bagi penumpang KRL dan hasilnya bisa diketahui 3-4 hari ke depan.