Sungguh miris melihat kenyataan bahwa di tengah pesatnya pembangunan di Indonesia, masih banyak aspek fundamental yang perlu dibenahi—salah satunya adalah sektor pendidikan.
Hari ini, banyak orang yang sepakat bahwa “sekolah itu penting”, tetapi tidak sedikit pula yang memaknai pendidikan sebatas “yang penting sekolah”. Dua ungkapan ini memiliki makna yang sangat berbeda. Yang pertama menekankan pentingnya kualitas pendidikan, sementara yang kedua hanya menyoroti kehadiran fisik tanpa memperhatikan esensi dari pembelajaran itu sendiri.
Fakta yang beredar cukup mengkhawatirkan. Masih banyak siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang belum lancar membaca, bahkan ada yang belum bisa membaca sama sekali. Ini menjadi potret buram kualitas sistem pendidikan kita saat ini. Jika generasi muda sebagai penerus bangsa memiliki kemampuan literasi yang rendah, bagaimana mungkin Indonesia bisa melaju menjadi negara maju?
Data dari Indonesian National Assessment Program yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa hanya 6,06% siswa di Indonesia yang memiliki kemampuan membaca dengan baik. Sebanyak 47,11% berada pada kategori cukup, dan sisanya—yakni 46,83%—masih memiliki kemampuan membaca yang kurang.
Lebih jauh, menurut laporan TribunJabar.id, di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, ditemukan bahwa sebanyak 29 siswa belum bisa membaca. Rinciannya: 11 siswa di kelas VII, 16 siswa di kelas VIII, dan 2 siswa di kelas IX.
Situasi serupa juga terjadi di Kabupaten Buleleng. Berdasarkan data dari CNN Indonesia, dari total 34.062 siswa, terdapat 155 siswa yang termasuk dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa yang dinyatakan Tidak Lancar Membaca (TLM).
Temuan-temuan ini memperlihatkan bahwa masih banyak daerah yang membutuhkan perhatian serius dalam hal pendidikan. Ibarat ironi di tengah ambisi besar untuk menjadi negara maju, kenyataan ini sungguh menggugah kesadaran kita semua.
Kebijakan Kurikulum Merdeka yang membolehkan siswa naik kelas atau lulus meski belum mencapai kompetensi minimal pun menjadi sorotan. Apakah ini solusi atau justru bagian dari permasalahan yang lebih besar? Sudah saatnya pemerintah dan seluruh elemen masyarakat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan pendidikan kita.
Pendidikan adalah tombak kemajuan bangsa. Jika generasi muda kita masih berkutat pada masalah fundamental seperti membaca, bagaimana nasib Indonesia ke depan?
Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk memperbaiki sistem pendidikan demi masa depan generasi penerus dan kemajuan bangsa. Demi Kemajuan Indonesia. (Rufa)