Wartadki.com|Jakarta, — Seorang lelaki berinisial F melalui Kuasa hukumnya Rosdiono Saka dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Cipayung, Jakarta Timur, menggugat perdata PT. Sayap Mas Utama di Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebagai mana dalam perkara No. 199/Pdt.G/ 2025/PN.Jkt.Tim.
Rosdiono Saka mengungkapkan adanya sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan terhadap kliennya. Karena itu pihaknya melayangkan gugatan Perdata kepada PT. Sayap Mas Utama, yang merupakan produsen dengan merek dagang Wings.
Menurut Rosdiono Saka, dalam proses persidangan (20/05/2025) pihak PT Sayap Mas Utama belum siap dalam hal legal standing yang akan dibuktikan melalui akta pendirian n kuasa dalam perkara perdata di PN Jaktim .
Disisi lain, untuk Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) terhadap F juga diajukan dan dalam mediasi Tripartit antara kedua belah pihak, yang dijadwalkan akan berlangsung pada 27 Mei 2025 di Disnaker Jakarta Timur.
“Kami harap mediasi tripartit ini menjadi jalan tengah penyelesaian. Dengan mediasi, kita bisa melakukan negosiasi penyelesaian yang adil,” tegas Rosdiono Saka.
Namun, perkara ini tak berhenti di meja mediasi tripartit dalam PHI. F juga berharap mediasi tripartit dapat mencapai kesepakatan bersama. Namun jika tidak mencapai kesepakatan, maka selanjutnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), terkait hak-hak yang sama sekali belum diberikan.
Rosdiono Saka menyebut, permasalahan bermula pada 11 Desember 2024, kliennya dipanggil dan diperiksa oleh pihak perusahaan.
Dalam pertemuan itu, F dihadapkan dengan sekitar sembilan perwakilan perusahaan, termasuk satu anggota kepolisian, serta dipaksa menandatangani tiga dokumen penting, yaitu:
- Surat Pernyataan bahwa F telah menyalahgunakan jabatan dan dana perusahaan.
- Surat Pengunduran Diri atas kemauan sendiri untuk tidak mendapatkan hak pesangon.
- Surat Perjanjian Tidak Saling Menuntut, yang menyatakan kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah tanpa menempuh jalur hukum.
Ketiga dokumen tersebut, lanjut Rosdiono Saka, didiktekan dan dipaksakan kepada kliennya dalam kondisi tertekan, pengancaman n intimidasi yang secara hukum dapat dikategorikan sebagai Misbruik Van Omstandigheden atau penyalahgunaan keadaan.
“Klien kami menandatangani dokumen dalam kondisi di bawah tekanan psikologis karena diancam,” tegasnya.
Yang mengejutkan, keesokan harinya, PT Sayap Mas Utama menerbitkan Surat Keterangan Audit berdasarkan ketiga surat yang ditandatangani F untuk melaporkan pidana.
Dokumen tersebut kemudian digunakan sebagai dasar laporan pidana ke Polsek Cakung dengan tuduhan penggelapan jabatan sesuai Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP.
Rosdiono Saka menilai langkah tersebut sebagai manipulasi dan bentuk itikad buruk perusahaan.
“Ini adalah bentuk jelas dari penyalahgunaan keadaan (misbruik) sebagaimana diatur dalam Pasal 1321, 1323, 1324, dan 1328 KUHPerdata. Klien kami ditipu dan ditekan untuk mengakui sesuatu yang tidak pernah dilakukannya,” jelasnya.
Dalam gugatan perdata yang dilayangkan, F menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 80 juta karena kehilangan penghasilan selama empat bulan terakhir sampai sekarang ini.
Ia juga menuntut ganti rugi immateriil senilai Rp1 miliar atas kerugian psikologis, kehilangan waktu, dan tekanan yang dialaminya.
Selain itu, Penggugat juga meminta majelis hakim menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 5.000 per hari jika perusahaan tidak memenuhi putusan pengadilan secara sukarela.
“Gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti otentik dan sah. Kami optimis keadilan akan berpihak pada kebenaran,” tutup Rosdiono Saka.
Sidang selanjutnya Perdata akan digelar lagi pada tanggal 26 Mei 2025. Perkara ini menjadi sorotan karena menyangkut hak-hak dasar pekerja yang patut dilindungi oleh hukum.
Sebagai informasi, Seorang mantan karyawan PT Sayap Mas Utama/Wings, berinisial F, mengaku menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan secara tidak manusiawi oleh perusahaan tempatnya bekerja. F bahkan mengungkapkan bahwa dirinya dipaksa mengundurkan diri tanpa menerima hak-haknya, termasuk pesangon.