Wartadki.com|Jakarta, — Warga Kompleks Rawa Malang RT 010/009 Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara kembali hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mengikuti sidang sengketa tanah yang sedang proses di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Diungkapkan oleh warga, bahwa pemeriksaan saksi sudah cukup untuk kemudian masing-masing pihak memberikan kesimpulan. Namun keterangan saksi Munawar dikatakan oleh warga itu tidak benar banyak yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Warga berharap agar dapat segera memecah sertifikat tanah yang dibelinya, serta berharap kepada pihak terkait agar segera mewujudkan harapan warga. Hal itu di ungkapan oleh warga usai persidangan, Rabu, (26/6/2029).
Menurut warga yang memiliki AJB pihaknya kesulitan mendapatkan sertifikat. Ratusan warga yang memiliki Akta Jual Beli (AJB) berharap agar BPN serta pihak terkait juga mendengar keluhannya warga ,selama ini warga kompak patuh dengan aturan yang berlaku membyar pajak setiap tahunnya , dapat dicek si Bapenda . 60% dari tanah atas SHM no 31 sudah di beli berdasarkan AJB yang dimilik warga RT 010 dan 009 Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
Perkara yang bermula dari ratusan warga yang membeli tanah dari M Syafei (cucu dari alm Djangkrik) selaku kuasa waris dari Djangkrik diantaranya Sujono berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No.384/JB/XII/1998 seluas 110,66 M2 dalam sertifikat No. 31 sekarang menjadi No 3679 karena pemekaran wilayah Cilincing, namun para warga tidak dapat memecah sertifikat dikarenakan tidak ada sertifikat induk yaitu sertifikat no 3679 , justru Aris salah satu tergugat memblokir sertifikat tersebut. Berdasarkan hal itu para warga melalu tim kuasa Hukumnya melakukan upaya hukum setelah somasi tidak diindahkan oleh para tergugat,hingga akhirnya melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dengan dasar hukum penggugat membeli tanah melalui M Syafei selaku kuasa ahli waris pada 17 Desember 1989 berlokasi di Kampung Cilincing, Koja Jakarta Utara diatas Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3679/Cilincing atas nama Djangkrik dahulu SHM No 31.
Setelah membeli tanah tersebut didirikan bangunan berupa rumah,objek tanah tersebut sejak tahun 1988 dikuasai para tergugat selaku pembeli yang sebagian besar memiliki AJB .
Para tergugat dalam melaksanakan kewajibannya mendaftarkan objek tanah yang dibeli dari M Syafei melalui mekanisme pemecahan sertifikat melalui Kantor Agraria Jakarta Utara belum dilakukan dengan alasan nanti kalau sudah terjual semua supaya biaya lebih ringan.
Hingga M. Syafei meninggal dan keseluruhan tanah terjual belum juga dilakukan dan para penggugat tidak mendapatkan kepastian, akibat ketidak pastian penggugat menelusuri keberadaan sertifikat tersebut dan ditemukan fakta salah satu oknum menawarkan tanah tersebut ke Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pada akhirnya tidak ditindaklanjuti oleh karena permasalahan kepemilikan tanah.
Setelah dilakukan mediasi oleh kantor BPN tidak juga menemui jalan keluar hingga akhirnya menggugat perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.(DW)